"Deteksi virus mereka dengan demikian dapat memberikan tes yang berguna untuk keberadaan virus hidup lainnya dalam pengaturan tertentu," tulis mereka di dalam studi. "Namun, risiko ancaman bahaya hayati (biohazard) untuk menghidupkan kembali virus yang menginfeksi ameba "sama sekali dapat diabaikan."
Akan tetapi, kabar ini bukan berarti bisa biasa saja. Jika kemampuannya sangat tinggi untuk menyerang, virus purba yang bisa awet dari zaman prasejarah bisa saja dapat menimbulkan risiko di masa depan bagi kehidupan, termasuk hewan dan manusia. Terlebih, perubahan suhu global yang tidak terduga yang disebabkan krisis iklim.
Melansir NewsWeek, Claverie menerangkan, "Virus semacam itu tidak akan pernah menginfeksi sel manusia, karena evolusi hampir satu miliar tahun memisahkan sel manusia dari ameba."
"Berapa lama virus ini dapat tetap menular setelah terpapar kondisi luar ruangan (sinar UV, oksigen, panas), dan seberapa besar kemungkinan mereka akan bertemu dan menginfeksi inang yang sesuai dalam interval tersebut, masih belum dapat diperkirakan," terang mereka.
"Akan tetapi risiko pasti akan meningkat dalam konteks pemanasan global ketika pencairan permafrost akan terus meningkat, dan lebih banyak orang akan menghuni Kutub Utara setelah usaha industri.”
Penelitian sebelumnya mengatakan bahwa ada kurang dari lima juta orang yang tinggal di dekat permafrost Arktika. Sudah banyak ilmuwan dan pejabat memperingatkan bahwa pencairan es dan aktivitas eksploitasi sumber daya alam di Kutub Utara bisa berarti menyebabkan risiko bersentuhan dengan patogen kuno.
“Risiko kesehatan masyarakat datang dari percepatan pelepasan virus yang sebelumnya membeku dikombinasikan dengan peningkatan paparan manusia karena pemanasan global juga membuat wilayah Arktika lebih mudah diakses untuk pengembangan industri,” kata Claverie.
Selain itu, ancaman penularan virus ke manusia bisa datang dari mana saja, selama krisis iklim mengancam Bumi. Salah satunya adalah jenis zoonosis yang masih banyak belum diketahui. Risikonya akan semakin tinggi, karena krisis iklim membuat perubahan perilaku hewan sebagai inang utama virus, berpindah menjadi lebih dekat dengan manusia.
Source | : | newsweek,National Geographic Indonesia |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR