"Dalam hal ini, kita tahu di mana perubahan terjadi di otak dan bagaimana beberapa orang dapat mengatasi perubahan itu. Itu adalah penanda ketahanan."
Kemungkinan ancaman dapat mengubah reaksi seseorang yang terpapar trauma, para peneliti menemukan hal ini terjadi pada orang dengan gangguan stres pasca-trauma (PTSD).
Suarez-Jimenez, rekan penulis lainnya, dan penulis senior Neria menemukan pasien dengan PTSD dapat menyelesaikan tugas yang sama dengan seseorang tanpa paparan trauma ketika tidak ada emosi yang terlibat. Namun, ketika emosi yang dipicu oleh ancaman ditambahkan ke tugas serupa, mereka dengan PTSD lebih sulit membedakan ancaman.
Tim menggunakan metode yang sama dengan eksperimen lainnya. Para peneliti mengamati orang dengan PTSD memiliki lebih sedikit pensinyalan antara hippocampus, area otak yang bertanggung jawab atas emosi dan ingatan.
Baca Juga: Studi Baru: Bermain Piano Dapat Meningkatkan Kekuatan Pemrosesan Otak
Baca Juga: Studi Terbaru: Infeksi COVID-19 Bawa Peningkatan Risiko Gangguan Otak
Baca Juga: Selidik Hemisfer, Mengapa Belahan Otak Manusia Tidak Simetris?
Baca Juga: Studi Baru: Tidak, Otak Manusia Tidak Menyusut 3.000 Tahun yang Lalu!
Mereka juga mendeteksi lebih sedikit pensinyalan antara amigdala (area lain yang terkait dengan emosi) dan jaringan mode default (area otak yang aktif ketika seseorang tidak fokus pada dunia luar). Temuan ini mencerminkan ketidakmampuan seseorang dengan PTSD untuk secara efektif membedakan perbedaan antara lingkaran.
"Ini memberi tahu kita bahwa pasien dengan PTSD memiliki masalah dalam membedakan hanya ketika ada komponen emosional," kata Jimenez.
"Dalam hal ini, permusuhan, kita masih perlu memastikan apakah ini berlaku untuk emosi lain seperti kesedihan, jijik, kebahagiaan, dan lain-lain."
"Jadi, mungkin di dunia nyata emosi membebani kemampuan kognitif mereka untuk membedakan antara keamanan, bahaya, atau hadiah. Itu terlalu digeneralisasikan ke arah bahaya."
Suarez-Jimenez akan terus mengeksplorasi mekanisme otak dan berbagai emosi yang terkait dengannya dengan menggunakan lebih banyak situasi kehidupan nyata dengan bantuan realitas virtual di labnya. Dia ingin memahami apakah mekanisme dan perubahan ini khusus untuk ancaman dan jika mereka meluas ke proses yang berhubungan dengan konteks.
Source | : | University of Rochester Medical Center,Communications Biology |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR