Nationalgeographic.co.id—Hari Natal biasanya dirayakan setiap tanggal 25 Desember. Namun mengapa sebagian orang merayakan Natal di bulan Januari?
Sekitar 12 persen orang Kristen di dunia menunggu hingga 7 Januari untuk merayakan Natal Ortodoks. Natal ini dirayakan oleh sekitar 260 juta orang di seluruh dunia. Masyarakat di negara mayoritas Ortodoks di Eropa Timur, seperti Rusia dan Yunani, maupun di Etiopia dan Mesir termasuk di dalamnya.
Tradisi Natal Ortodoks
Saat ini, tradisi Ortodoks berbeda-beda bergantung pada lokasi, cabang gereja, dan kebiasaan setempat. Tetapi bagi banyak orang, Natal difokuskan pada perayaan keagamaan yang taat.
Secara tradisional, umat Kristen Ortodoks berpuasa hingga 40 hari menjelang Natal. Mereka mempersiapkan kelahiran Kristus dengan tidak mengonsumsi daging, produk susu, ikan, anggur, dan minyak zaitun.
Setelah berjaga pada Malam Natal, Natal sendiri dirayakan sebagai salah satu dari 12 Pesta Besar Gereja (Twelve Great Feasts). Umat pergi ke gereja dan merayakannya di rumah.
Tradisi lain semarak dan beragam seperti tempat asalnya. Di Georgia, pendeta dan orang-orang dengan kostum religius berparade di jalan-jalan. Mereka menyanyikan lagu-lagu Natal dan berjalan menuju gereja. Disebut Alilo, nama prosesi ini berasal dari lagu yang secara tradisional dinyanyikan oleh anak-anak pada Malam Natal. Di malam Natal, anak-anak berkunjung dari pintu ke pintu, mengumpulkan uang dan hadiah kecil. Kebiasaan itu juga ada di tempat lain, seperti Rumania dan Yunani.
Makanan sangat penting untuk perayaan Natal Ortodoks dan tradisi itu juga berbeda di setiap wilayah. Di Rusia, misalnya, hidangan bubur gandum dan nasi yang disebut kutya disantap pada Malam Natal. Hidangan disantap dari mangkuk komunal yang melambangkan persatuan. Makanan terkadang dilempar ke langit-langit; jika menempel, Anda akan beruntung.
Koptik Mesir berbuka puasa dengan hidangan roti-nasi-daging yang disebut Fattah. Sedangkan anggota Gereja Ortodoks Ethiopia mengonsumsi wat, rebusan yang sering terdiri dari ayam jantan yang dibagi menjadi 12 bagian dan 12 butir telur. Ini melambangkan 12 rasul.
Mengapa Natal dirayakan di tanggal yang berbeda?
Hari raya ini berawal dari keputusan gereja-gereja Ortodoks selama berabad-abad untuk memisahkan diri dari Gereja Katolik. Gereja Ortodoks mengikuti kalender yang berbeda dari yang digunakan oleh sebagian besar dunia saat ini.
Ketidaksepakatan tentang kapan secara resmi mengakui kelahiran Yesus Kristus dimulai sejak tahun 325 Masehi. Saat itu, sekelompok uskup Kristen mengadakan konferensi ekumenis pertama. Ini adalah sebuah pertemuan untuk membahas masalah doktrin agama.
Salah satu agenda terpenting Konsili Nicea Pertama adalah untuk membakukan tanggal hari raya gereja yang paling penting yaitu Paskah. Untuk melakukannya, mereka memutuskan untuk mendasarkannya pada kalender Julian (Julius). “Itu adalah kalender matahari yang diadopsi oleh penguasa Romawi Julius Caesar pada tahun 46 Sebelum Masehi,” tulis Erin Blakemore di National Geographic.
Namun kalender Julian memiliki masalah sendiri yaitu melebih-lebihkan panjang tahun matahari sekitar 11 menit. Akibatnya, penanggalan dan tahun matahari menjadi semakin tidak sinkron seiring berjalannya abad.
Perpecahan kalender besar Kekristenan
Pada tahun 1582, tanggal-tanggal hari raya Kristen yang penting telah begitu banyak berubah sehingga Paus Gregorius XIII merasa prihatin. Ia mengumpulkan sekelompok astronom lain dan mengusulkan kalender baru, yang dikenal sebagai kalender Gregorian.
Kalender baru memecahkan sejumlah masalah rumit yang telah terakumulasi selama bertahun-tahun. “Mayoritas dunia Kristen mengadopsinya,” tambah Blakemore.
Tetapi Gereja Ortodoks tidak setuju. Selama Perpecahan Besar pada tahun 1054, Gereja Ortodoks memisahkan diri dan berdiri sendiri setelah berabad-abad perbedaan politik dan doktrin yang meningkat. Umat Kristen Ortodoks tidak mengakui Paus sebagai pemimpin gereja, menolak konsep api penyucian, dan tidak setuju dengan asal usul Roh Kudus.
Mengikuti koreksi Paus Gregorius atas kalender Gregorian berarti menerima tumpang tindih antara Paskah Yahudi dan Paskah Kristen. Ini akan menjadi sebuah langkah yang bertentangan dengan teks suci Kekristenan Ortodoks. Maka Gereja Ortodoks menolak kalender Gregorian dan tetap mengandalkan kalender Julian.
Kondisi tetap seperti itu selama berabad-abad dan pergeseran antar kalender terus berlanjut. Pada tahun 1923, ada perbedaan 13 hari antara kedua kalender tersebut. Blakemore menyebutkan, “Perbedaan tersebut menempatkan Natal Ortodoks 13 hari setelah 25 Desember.”
Menyelesaikan krisis kalender Ortodoks
Itu menjelaskan keberadaan dua Natal. Namun bagaimana gereja-gereja Ortodoks mengatasi krisis kalender mereka yang sedang berlangsung? Pada Mei 1923, sekelompok pemimpin Ortodoks bertemu untuk membahas masalah tersebut. Diadakan di Konstantinopel, Kongres Pan-Ortodoks mengumpulkan delegasi dari gereja-gereja di Konstantinopel, Siprus, Yunani, Rumania, Rusia, dan Serbia.
Diskusi memanas. Sejarawan Aram Sarkisian menulis bahwa Gereja Rusia ditekan untuk mengadopsi kalender Gregorian oleh kaum Bolshevik. Tekanan itu membuat Gereja Rusia meninggalkan kalender Julian tak lama setelah Revolusi Rusia dimulai.
Merevisi kalender bukan hanya masalah agama saja. Bagi gereja-gereja yang keberadaannya terancam di bawah kekuasaan Komunisme, penyesuaian kalender adalah masalah kelangsungan hidup.
Di konferensi tersebut, ilmuwan Serbia Milutin Milanković mengusulkan solusi. Itu adalah versi baru kalender Julian yang memiliki tanggal yang sama dengan kalender Gregorian, meskipun tidak setiap tahun kabisat.
Baca Juga: Evolusi Perayaan Natal Diselingi Tradisi dari Berbagai Budaya
Baca Juga: Evolusi Dekorasi Natal: dari Festival Romawi Saturnalia hingga Kini
Baca Juga: Mengulik Sejarah Sinterklas, Tokoh Populer dalam Tradisi Natal Modern
Baca Juga: Tanaman Obat Suku Aztec, Bagaimana Poinsettia Jadi Dekorasi Khas Natal?
Dikenal sebagai kalender Julian yang direvisi, kalender tersebut diadopsi oleh beberapa Gereja Ortodoks. Itu termasuk gereja-gereja di Yunani, Siprus, dan Rumania. “Gereja-gereja itu sekarang merayakan Natal pada tanggal 25 Desember,” ungkap Blakemore.
Tetapi Gereja Ortodoks lainnya, seperti Rusia dan Mesir, menolak. Dan yang lainnya lagi, seperti Polandia, mengadopsi kalender Milanković, lalu menghapusnya kemudian. Mereka merayakan Natal pada tanggal 7 Januari. Namun pada tahun 2100 nanti, hari Natal Ortodoks pindah ke tanggal 8 Januari karena kalender terus bergeser.
Akankah kebingungan kalender pada akhirnya membuat lebih banyak orang Kristen Ortodoks memilih tanggal lain untuk perayaan? Mungkin. Tetapi sampai saat itu, para anggota Gereja Ortodoks harus bersabar hingga tanggal 7 Januari untuk menikmati keceriaan Natal dan tradisinya.
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR