Nationalgeographic.co.id - Bagaimana hari Natal bisa begitu populer di berbagai belahan dunia? Sarat dengan tradisi dan penuh dengan perayaan, Natal merupakan perayaan untuk mengenang kelahiran Yesus Kristus di Bethlehem. Di zaman modern, Natal menjadi hari libur yang semakin sekuler. Hari raya ini yang ditandai dengan musim yang dipenuhi dengan keceriaan, diselingi oleh tradisi dari berbagai budaya. Bagaimana hari Natal berevolusi?
Kapan Yesus Kristus lahir?
Alih-alih menyebutkan tanggal kelahiran Yesus, kitab suci umat Kristiani menceritakan tentang kisah kelahiran Yesus yang sederhana. Ia lahir di kandang domba dan dibaringkan di palungan oleh Maria.
Sejarawan tidak setuju tentang bagaimana 25 Desember dikaitkan dengan Natal. Namun, pada tahun 336 Masehi, Natal dirayakan oleh gereja Katolik di Roma pada tanggal tersebut. “Saat itu, 25 Desember bertepatan dengan festival Saturnalia,” tulis Erin Blakemore di National Geographic. Festival Saturnalia dilakukan tepat setelah hari pertama musim dingin. Hari ini adalah hari di sepanjang tahun dengan siang hari yang terpendek dan malam hari yang terpanjang.
Festival musim dingin telah ada di seluruh dunia sejak zaman kuno dan akhirnya banyak dari tradisi festival tersebut dikaitkan dengan Natal. Misalnya, festival titik balik matahari Jerman di Yule menampilkan perjamuan dan perayaan. Suku Druid mengadakan festival titik balik matahari selama dua hari. Selama perayaan, mereka menyalakan lilin dan menghiasi rumah dengan holly dan mistletoe.
Perayaan Natal pada abad pertengahan di Inggris
Seiring waktu, Natal menjadi populer dan merupakan tradisi baru di beberapa tempat. Di Inggris di abad pertengahan, Natal adalah festival 12 hari yang melibatkan semua jenis pesta pora. “Mulai dari drama hingga pesta liar hingga arak-arakan merayakan kelahiran Yesus,” tulis Erin Blakemore di laman National Geographic. Musik, pemberian hadiah, dan dekorasi semuanya menjadi hal yang penting saat itu.
Pesta yang paling mewah dirayakan oleh raja seperti Henry III, yang tamunya melahap 600 lembu pada salah satu pesta Natal abad ke-13. Universitas-universitas akan memahkotai "Raja Natal" atau "Raja Kacang" yang "memerintah" rekan-rekannya selama musim liburan.
Baca Juga: Mengapa Kita Merasa Natal Seolah Datang Lebih Cepat setiap Tahunnya?
Baca Juga: Piet Hitam Si Pembantu Sinterklas, Rasisme dalam Budaya Natal Belanda
Namun tidak semua orang menikmati perayaan itu. Pada tahun 1644, kaum puritan Inggris melarang perayaan tersebut. Tindakan itu pun memicu kerusuhan dan memicu perang saudara kedua di Inggris.
Pengaruh budaya Jerman dalam perayaan Natal
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR