Oleh Irma Wildani Silvia dari SMA Negeri 1 Banyuwangi
Nationalgeographic.co.id—Tahukah kamu bahwa gedung-gedung di Jakarta bisa menyumbang hampir 40% konsumsi listriknya hanya untuk AC?
Bayangkan, di tengah panasnya siang hari di kota besar, terik matahari yang membakar tidak terhindarkan. Udara yang berat dan panas menyelimuti gedung-gedung pencakar langit yang berdiri rapat, seolah menghalangi setiap hembusan angin segar. Di balik jendela-jendela kaca yang tertutup rapat, dengungan mesin pendingin ruangan HVAC (Heating, Ventilation, and Air Conditioning) terus-menerus mengisi udara.
Bagi sebagian orang, suara ini adalah simbol kenyamanan modern masa kini, namun, bagi yang lebih peka ini adalah tanda masalah yang lebih besar yaitu Bumi yang semakin panas dan jejak karbon yang terus menumpuk.
Pendingin ruangan memang memberikan kenyamanan instan, terutama di tengah cuaca tropis yang terik seperti Jakarta. Tapi, ada harga mahal yang harus kita bayar untuk kenyamanan ini.
Sistem HVAC membutuhkan energi listrik yang besar dan sayangnya, sebagian besar energi listrik di Indonesia masih berasal dari pembangkit listrik berbahan bakar fosil seperti batu bara dan gas alam. Menurut data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sekitar 40% konsumsi energi listrik di bangunan komersial berasal dari sistem pendingin ruangan.
Ketergantungan pada HVAC juga berarti kontribusi langsung terhadap emisi karbon dioksida (CO₂). Semakin banyak energi yang kita gunakan untuk menyejukkan ruangan, semakin banyak pula emisi karbon yang dilepaskan ke atmosfer, mempercepat pemanasan global. Ironisnya, semakin Bumi memanas, semakin kita tergantung pada pendingin ruangan, menciptakan lingkaran setan yang sulit diputus.
Ani, seorang ibu rumah tangga di Banyuwangi, mengeluhkan tagihan listriknya yang terus merangkak naik.
"Di sini panas sekali kalau tidak pakai AC, anak anak tidak bisa tidur tapi sekarang tagihan listrik kami hampir dua kali lipat," keluhnya. Kisah Ani adalah contoh nyata tentang bagaimana banyak keluarga terjebak antara kenyamanan dan tagihan listrik yang mencekik dan di balik itu semua Bumi semakin menderita.
Tapi, harapan tidak sepenuhnya hilang. Di tengah tantangan ini, beberapa komunitas mulai mencari cara untuk mengurangi ketergantungan pada AC tanpa mengorbankan kenyamanan. Solusi yang sering kali sederhana ini datang dari langkah-langkah kecil yang diambil oleh individu ataupun komunitas. Salah satu solusinya adalah dengan meningkatkan ruang hijau di kota-kota besar.
Penanaman pohon di sekitar bangunan atau di atap gedung terbukti dapat membantu menurunkan suhu lingkungan. Sebuah studi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) menunjukkan bahwa taman-taman kecil di perkotaan dapat mengurangi suhu rata-rata hingga 2 derajat Celsius. Bayangkan betapa besar dampaknya jika setiap sudut kota memiliki ruang hijau seperti itu!
Baca Juga: Pelajaran Kebakaran: Kaitan Gangguan Pernapasan dan Kurangnya Akses AC
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR