Nationalgeographic.co.id—"Ada orang yang menghabiskan waktunya berziarah ke Mekah... Ada orang yang menghabiskan waktunya berjudi di Miraza... Tapi aku ingin menghabiskan waktuku di sisimu, sayangku."
Sebuah petikan syair yang digubah oleh Soe Hok Gie dalam bukunya Catatan Seorang Demonstran (1983) menyiratkan kemanisan. Namun, tentang bayi-bayi lapar di Biafra tampaknya menggelitik untuk dibahas.
Nigeria memperoleh kedaulatan yang sudah mereka nantikan dari Kerajaan Britania Raya pada tahun 1960. Negara ini mulai untuk mengatur urusan hidupnya sendiri. Menerjang segala risiko sebagai negeri yang baru seumur jagung.
Pada tanggal 30 Mei 1967, selanjutnya wilayah timur Nigeria, Biafra berupaya untuk mendeklarasikan kemerdekaannya sendiri. Namun, karena cadangan minyak Biafra merupakan kunci perekonomian, otoritas Nigeria menentang pemisahan diri tersebut.
"Pada bulan Juni, pasukan Nigeria maju untuk mencegah gerakan separatisme Biafra," tulis Arua Oko Omaka dalam bukunya berjudul The Biafran Humanitarian Crisis, 1967–1970 terbit tahun 2017.
"Sejak saat itu, Nigeria telah mengumumkan secara resmi untuk berperang melawan separatisme Biafra," tambahnya.
Emeka Odumegwu Ojukwu dianggap sebagai tokoh karismatik bagi rakyat Biafra. Ia juga menjadi aktivis separatis yang menggelorakan semangat pemisahan diri dan membentuk Republik Nigeria.
Pada bulan-bulan sebelum berkecamuknya perang, Ojukwu sering mengunjungi UNN, satu-satunya universitas di Nigeria saat itu, untuk bertemu dengan para mahasiswa. Propaganda separatisme menyasar mahasiswa di sana.
Dari semangat separatisme ini, perang separatisme Biafra tak terelakkan. Tentara Nigeria mulai mempersiapkan diri. Segala cara dilakukan, termasuk untuk menghalau sumber pangan bagi penduduk di sana.
Dalam pertempuran itu pula, tentara Nigeria yang terlatih secara brutal membabibuta tentara Biafra yang punya sedikit pengalaman tempur. Ditambah lagi kondisi lapar tentara Biafra, membuat mereka kalah telak.
Alhasil, pasukan memasang penghalang jalan, dan membendung masuknya sumber pangan ke Biafra. "Itu telah menyebabkan makanan terputus bagi 13 juta penduduk Biafra," imbuh Arua.
Kelaparan pertama kali terjadi di wilayah tersebut pada bulan September 1967, dan selama tiga tahun orang Biafra seperti sengaja dibuat mati kelaparan oleh Nigeria. Membuat dampak kelaparan yang mengerikan.
Pada puncak perang, diperkirakan 10.000 orang (termasuk 6.000 anak) meninggal karena kelaparan setiap harinya. Hanya dalam waktu tiga tahun, diperkirakan 2 juta warga sipil, atau 15% dari populasi Biafra, dinyatakan tewas akibat bencana kelaparan.
Baca Juga: Bencana Kelaparan Mengerikan Sebabkan Tewasnya Jutaan Orang di India
Baca Juga: Linda Hazzard: Dokter yang Obati Pasien dengan Membuatnya Kelaparan
Baca Juga: Inisiatif Rakyat Bantu Rakyat, Merdeka dari Kelaparan di Masa Pagebluk
Baca Juga: Hidup di Wilayah dengan Kekayaan Alam Melimpah, Masyarakat Amazon Masih Kesulitan Makan
Akibat kekacauan dan keterpurukan, orang-orang yang lapar dan tak mampu mencari bantuan, hanya berpasrah menunggu ajalnya. Sedangkan, sebagian rakyat Biafra yang mampu, akan mencari penghidupan di luar wilayah mereka yang terkungkung karena perang.
Salah satu veteran mengungkapkan bahwa rasa lapar yang luar biasa sering memaksa tentara Biafra untuk menangkap dan memakan tikus demi mengganjal perut mereka. Akibatnya, akibat terpukul muncurnya tentara Biafra dan tewasnya jutaan jiwa atas perang separatisme, membuat Biafra mengurungkan niatnya.
Pada akhir 1969, semua harapan hilang, dan pada 15 Januari 1970, konflik tersebut resmi berakhir dengan menyerahnya Biafra untuk memisahkan diri dari Nigeria.
Source | : | The Biafran Humanitarian Crisis, 1967–1970 (2017) |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR