Selain masalah dalam negeri, Tiongkok juga semakin didominasi oleh kekuatan barat, khususnya Inggris. Setelah Perang Candu Pertama (1839-1842), Qing menandatangani Perjanjian Nanking. Dalam perjanjian yang tidak setara ini, Kekaisaran Tiongkok menyerahkan Hong Kong ke Inggris. Kekaisaran juga harus membayar ganti rugi sebesar $21 juta dan membuka diri untuk perdagangan bebas dengan barat.
Korupsi, kesulitan ekonomi dan sosial, serta penghinaan barat menambah kebencian yang dirasakan sebagian besar penduduk terhadap Dinasti Qing. Han, sebuah kelompok etnis yang merupakan mayoritas penduduk, selalu membenci Qing. Pasalnya Qing merupakan dinasti Manchu yang berasal dari Tiongkok Timur Laut. Qing menggulingkan Dinasti Ming yang merupakan leluhur etnis Han. Han merasa mengalami penindasan budaya tradisional oleh penjajah asing (Qing).
“Karena semua itu, Pemberontakan Taiping pun akhirnya terjadi,” Newman menambahkan.
Hong Xiuquan, pemimpin Pemberontakan Taiping
Pada tahun 1837, seorang pemuda bernama Hong Xiuquan gagal dalam ujian dinas sipil kekaisaran. Ujian ini terkenal sulit namun sangat diminati karena prestise karir pegawai negeri. Kurang dari satu dari seratus kandidat lulus ujian.
Hong telah gagal dalam ujian ini dua kali sebelumnya. Pada kegagalan yang ketiga, kesehatan mentalnya terganggu. Dia mengalami delusi di mana sosok ayah surgawi muncul di hadapannya.
Pada saat itu, dia tidak tahu bagaimana menafsirkan penglihatan ini. Namun, pada tahun 1843, ia terinspirasi setelah membaca pamflet dari seorang misionaris Kristen. Hong menyimpulkan bahwa dia telah menyaksikan Tuhan sendiri. Bahkan Hong merasa bahwa ia adalah putra Allah, saudara laki-laki Yesus.
Hong menolak Buddhisme dan Konfusianisme – sistem kepercayaan tradisional Tiongkok. Ia mulai membagikan interpretasinya tentang agama Kristen. Hong dan temannya Feng Yunshan mengorganisir sebuah kelompok agama baru yang disebut Masyarakat Pemujaan Tuhan.
Perhimpunan tersebut terbukti sangat populer di kalangan petani dan buruh di provinsi Guangxi. Termasuk di kalangan orang Hakka, sub-etnis Han, yang telah lama merasa terpinggirkan secara ekonomi dan sosial.
Newman mengatakan, “Otoritas Qing menganiaya gerakan yang baru lahir.” Sebagai tanggapan, Hong dan Feng menjadi semakin militant. Bahkan Hong menggambarkan Manchu sebagai setan yang perlu dibunuh. Dari 2.000 pengikut pada tahun 1847, pada tahun 1850, Masyarakat Pemujaan Tuhan berjumlah antara 20.000 dan 30.000.
Percikan yang menyalakan perang saudara di Kekaisaran Tiongkok
Pemberontakan itu sendiri dimulai pada Januari 1851. Pada tanggal 11 Januari, di kota Jiantian di Guangxi, Hong mendeklarasikan sebuah dinasti baru, Taiping Tianguo atau Kerajaan Surgawi dari Kedamaian Besar.
Mendesak Pengesahan RUU Masyarakat Adat yang Menjadi Benteng Terakhir Upaya Konservasi
Source | : | The Collector |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR