Selama membaca laporan riset dari Widiastuti dan Maria Ulfah, saya seakan merasakan adanya gejolak pemikiran. Tentunya terdapat suatu kontestasi dalam diri tentang fakta yang sebenarnya terjadi.
Oleh karenanya, muncul pertanyaan besar: "Apakah Walisanga benar-benar berperan sebagai utusan dari Turki atas gagasan Ottoman yang dikirim ke Tanah Jawa?"
Terlepas dari dugaan-dugaan kebenaran, saya menyoroti tentang akar kebenaran sejarah antara keberadaan Batutah dengan Mehmed II serta aktivitas Walisanga dalam misi menebar ajaran Islam di Jawa.
Secara dialektis, hal yang membuat adanya pembantahan atas hasil riset sebelumnya, terletak pada konsep diakronik di antara Sultan Mehmed II, peran Walisanga dan Ibnu Batutah yang menulis Kanzul ‘Ulum.
Baca Juga: Puja-puji untuk Ottoman, Kenapa Banyak Orang Mau Kembali ke Era Itu?
Baca Juga: Sejarah Permusuhan Ratusan Tahun antara Kekaisaran Rusia dan Ottoman
Baca Juga: Gempa Bumi Pengguncang Turki: Era Romawi, Ottoman, hingga Republik
Baca Juga: Pernah Jadi Kekaisaran Terkuat, Ottoman Jatuh Karena Enam Hal Ini
Kesalahan paling fatal dalam inti kisah ini terletak pada ketidaksinambungan angka tahun dan perbedaan zaman di antara ketiganya. Pertebaran Islam yang dilakukan Walisanga disebut lebih dulu dilakukan, yakni terjadi antara tahun 1250-1404.
Tesis tentang Walisanga sebagai suatu gagasan yang dikemukakan oleh Mehmed II agaknya kurang tepat, karena sang sultan Ottoman itu baru lahir pada 30 Maret 1432 di Edirne, Turki.
Ibnu Batutah yang dikabarkan menulis tentang gagasan Mehmed II, lahir seabad sebelum Mehmed II dilahirkan. Ibnu Batutah lahir pada 24 Februari 1304 di Tangier, Moroko dan wafat lebih dulu sebelum Mehmed II lahir pada tahun 1369.
Isu kontroversial ini bisa dianggap sebagai satu teori konspirasi yang belum terbukti kebenarannya. Hal ini terjadi karena adanya ketidaksinambungan zaman di antara para tokoh sejarah di dalamnya.
Salah satu kunci yang dapat menjawab kebenaran ini hanya jika Kanzul ‘Ulum benar-benar dapat dibuktikan keberadaannya. Sejauh ini, kitab itu masih terkunci rapat dalam arsip di Istanbul dan hanya dengan surat resmi vis-a-vis negaralah yang bisa membukanya.
Source | : | eprints UIN Walisongo |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR