Nationalgeographic.co.id - Bangsa Mongol mencoba melakukan dua invasi besar ke Jepang selama abad ke-13, pada tahun 1274 dan 1281 Masehi. Invasi itu dipimpin oleh Kubilai Khan, cucu Genghis Khan. Namun pada kedua kesempatan tersebut, angin topan melenyapkan armada Mongol.
Kejadian itu memaksa penyerang untuk membatalkan rencana dan secara kebetulan menyelamatkan Jepang dari penaklukan asing. Orang Jepang percaya topan dikirim dari para dewa untuk melindungi mereka dari musuh.
Setelah penaklukan Tiongkok dan Korea, Kubilai Khan menjadi kaisar pertama Mongolia dan menamainya Dinasti Yuan. Yuan berarti permulaan pertama.
Di saat yang sama, Jepang memiliki kekhawatiran akan invasi invasi Mongol. Antara 1267 dan 1274, Kubilai Khan mengirim banyak pesan kepada Kaisar Jepang. “Isinya adalah menuntut agar Jepang tunduk pada bangsa Mongol atau menghadapi invasi,” tulis Joanna Gillan di laman Ancient Origins.
Namun, utusan itu diblokir oleh shogun Jepang, kekuatan sebenarnya di balik takhta, dan mereka tidak pernah sampai ke kaisar.
Kesal karena pesannya diabaikan oleh kaisar yang disebutnya penguasa negara kecil, Kubilai Khan bersumpah untuk menginvasi Jepang. Bangsa Mongol mulai membangun armada kapal perang yang sangat besar dan merekrut ribuan prajurit dari Tiongkok dan Korea.
Invasi Mongol yang pertama ke Jepang
Pada musim gugur tahun 1274, bangsa Mongol melancarkan invasi pertama mereka ke Jepang, yang kemudian dikenal sebagai Pertempuran Bun'ei. Diperkirakan 500 hingga 900 kapal dan 40.000 prajurit mencapai pantai Teluk Hakata tempat kedua kekuatan bertemu. Pasukan Mongol, yang sebagian besar etnis Tionghoa dan Korea, menghancurkan pasukan Jepang yang mulai mundur.
Namun, karena takut Jepang bersiap untuk kembali dengan bala bantuan, bangsa Mongol mundur ke kapal mereka. Malam itu, topan melanda saat kapal-kapal berlabuh di Teluk Hakata. Menjelang fajar, hanya beberapa kapal yang tersisa. “Sisanya hancur karena angin topan, membawa serta nyawa ribuan orang Mongol,” Gillian menambahkan lagi.
Pasukan Mongol bersiap untuk serangan kedua
Meski gagal karena angin topan, bangsa Mongol belum menyerah. Setelah itu, mereka semakin bertekad untuk menaklukkan Jepang.
Bangsa Mongol bekerja keras untuk membangun kembali armada dan merekrut lebih banyak prajurit. Sementara itu, Jepang membangun tembok setinggi dua meter untuk melindungi diri dari serangan yang akan datang.
Tujuh tahun kemudian, bangsa Mongol kembali dengan armada besar. Armada terdiri dari 4.400 kapal dan sekitar 70.000 hingga 140.000 tentara untuk melancarkan invasi Mongol kedua mereka ke Jepang.
Satu set pasukan berangkat dari Korea, sementara yang lain berlayar dari Tiongkok selatan, berkumpul di dekat Teluk Hakata pada Agustus 1281. Tidak dapat menemukan pantai pendaratan yang cocok karena tembok, armada bertahan selama berbulan-bulan. Mereka pun menghabiskan perbekalan mereka saat mereka mencari daerah untuk mendarat.
Baca Juga: Siapakah Genghis Khan, Penakluk dan Pendiri Kekaisaran Mongol?
Baca Juga: Istana Cucu Jenghis Khan yang Telah Lama Hilang Akhirnya Ditemukan
Baca Juga: Gayatri: Wanita di Balik Suksesnya Raden Wijaya Membangun Majapahit
Pada tanggal 15 Agustus, bangsa Mongol bersiap untuk melancarkan serangan terhadap pasukan Jepang yang jauh lebih kecil yang mempertahankan pulau itu. Namun, sekali lagi, topan besar melanda dan menghancurkan armada Mongol. Untuk kedua kali, invasi Mongol gagal.
Catatan Jepang kontemporer menunjukkan bahwa lebih dari 4.000 kapal dihancurkan. “Sekitar 80 persen tentara ditenggelamkan atau dibunuh oleh samurai di pantai,” tambah Gillian. Ini merupakan salah satu upaya invasi angkatan laut terbesar dan paling berbahaya dalam sejarah.
Bangsa Mongol tidak pernah menyerang Jepang lagi setelah itu.
Raijin sang dewa angin dan Angin Ilahi “Kamikaze”
Menurut legenda Jepang, Kamikaze (angin dewa) diciptakan oleh Raijin untuk melindungi Jepang dari bangsa Mongol. Ia adalah dewa petir, guntur, dan badai dalam mitologi Jepang.
Salah satu dewa Jepang tertua, Raijin adalah dewa Shinto asli, juga dikenal sebagai kaminari (dari kami "roh" atau "dewa" dan nari "guntur"). Ia biasanya digambarkan sebagai roh yang tampak seperti setan yang menabuh genderang untuk menciptakan guntur.
Variasi lain dari legenda tersebut mengatakan bahwa topan Kamikaze diciptakan oleh Fujin (dewa angin).
Pada 1980-an, para ahli menemukan keberadaan bangkai kapal di lepas pantai Pulau Takashima di Jepang selatan. Ini kemudian ditemukan lagi pada 1990-an oleh tim arkeolog Jepang. Bangkai kapal lainnya telah ditemukan sejak 2011, setelah bertahun-tahun mencari oleh Masyarakat Kyushu Okinawa untuk Arkeologi Bawah Air.
Pilot Kamikaze dalam Perang Dunia II
Pada tahun 2014, ahli geologi Jon Woodruff menemukan bukti yang mendukung legenda kamikaze yang menyelamatkan Jepang dari bangsa Mongol. Ini dibuktikan dari penggalian sedimen dari dasar danau di dekat pantai Jepang.
Istilah kamikaze kemudian digunakan dalam Perang Dunia II untuk menyebut pilot bunuh diri Jepang. Pilot itu dengan sengaja menabrakkan pesawatnya ke kapal musuh. Metafora tersebut berarti bahwa para pilot akan menjadi "angin ilahi" yang sekali lagi akan menyapu musuh dari laut.
Pilot kamikaze melakukan banyak kerusakan pada armada AS, membunuh 2.000 tentara. Gerakan kamikaze berkembang dari keputusasaan ketika menjadi jelas bahwa Jepang akan kalah perang.
Badai besar yang terjadi bersamaan dengan invasi Mongol dipandang sebagai hadiah dari para dewa. Jika bukan karena dua topan 'kamikaze', kemungkinan besar Jepang akan ditaklukkan oleh bangsa Mongol. Ini tentu saja akan menciptakan masa depan yang sangat berbeda.
Source | : | Ancient Origins |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR