Nationalgeographic.co.id—Istana Hisham, atau dikenal Khirbat Al Mafjar, merupakan situs arkeologi Islam awal yang penting, dan salah satu dari sedikit warisan era Romawi dan Bizantium yang bertahan hingga hari ini.
Terletak tepat di luar kota Jericho di Palestina, kompleks cagar ini memberi wawasan penting tentang kehidupan penguasa dinasti Umayyah, serta evolusi seni dan arsitektur Islam awal di daerah tersebut.
Sebuah fakta mengungkap ditemukannya ostracon (pecahan tembikar dengan tulisan di atasnya) yang ditemukan selama penggalian putaran pertama pada tahun 1934. Di atasnya terdapat nama "Hisham" untuk merujuk pada warisan berharga itu.
"Ini terlihat sebagai bukti bahwa istana tersebut dibangun pada masa pemerintahan Hisham ibn Abd al-Malik," tulis Robbie Mitchell kepada Ancient Origins dalam artikel Hisham’s Palace: Insight into Early Islamic Architecture yang terbit pada 17 Oktober 2022.
Hisham ibn Abd al-Malik adalah seorang khalifah dari Dinasti Umayyah kesepuluh. Ia memerintah antara tahun 724 dan 743 M. Berkat penemuan ostracon, istana itu diberi namanya oleh sejarawan di abad ke-20.
Namun, masih terdapat pertentangan di balik penamaan Istana Hisham. Sejarawan yang lain mengeklaim bahwa istana itu dimiliki oleh al-Walid ibn Yazid (al-Walid II), yang merupakan keponakan dari Hisham.
"Al-Walid ibn Yazid diduga mengambil alih kekhalifahan setelah kematian pamannya, di mana ia berkuasa dari tahun 743 M sampai pembunuhannya pada tahun 744 M," tambahnya.
Bukti arkeologis menunjuk ke situs yang dibangun selama dinasti Umayyah, kemungkinan di beberapa titik selama paruh pertama abad ke-8. Tidak jelas siapa yang menugaskannya, antara Hisham atau keponakannya.
Terlepas dari kontestasi toponimi namanya, Istana Hisham dikenal luas sebagai istana gurun. Beberapa istana gurun adalah bangunan Romawi atau Ghassanid yang diduduki oleh kekhalifahan.
Sebagian besar pola arsitektur dari istana gurun meniru pola benteng Romawi. Kebanyakan warisan di dalam kompleksnya biasanya menampilkan bangunan tempat tinggal, pemandian, waduk, dan area pertanian.
"Istana Hisham menampilkan bangunan tempat tinggal dan pemandian yang mengesankan, tetapi tampaknya tidak memiliki waduk dan area pertanian," terusnya.
Beberapa bagian di antaranya telah hancur. Awalnya kehancuran itu diyakiniakibat gempa bumi pada tahun 749 Masehi. Gempa dahsyat ini meruntuhkan kota Tiberias, Beit She'an, Gadara, dan Hippos, dan merusak banyak situs di Levant.
Gempa tersebut merenggut puluhan ribu nyawa, dan diperkirakan Istana Hisyam dan penghuninya juga menjadi korban gempa tersebut.
Baca Juga: Sepak Terjang Si 'Janggut Merah', Pelaut Legendaris Kekaisaran Ottoman
Baca Juga: Kekaisaran Ottoman, Tempat Berlindung Pengungsi Muslim dan Nonmuslim
Baca Juga: Diskriminasi Muslim di Bulgaria Akibat Traumatik Era Ottoman
Baca Juga: Puja-puji untuk Ottoman, Kenapa Banyak Orang Mau Kembali ke Era Itu?
Namun, analisis modern oleh arkeolog Dmitri Baramki, orang pertama yang menggali situs tersebut, menunjukkan sesuatu yang berbeda. Catatan keramik menunjukkan bahwa istana selamat dari gempa bumi dan diduduki selama periode Ayyubiyah Mamluk, dinasti pendiri kesultanan Mesir yang didirikan pada 1171 Masehi.
Tidak jelas kapan situs tersebut tidak digunakan dan rusak. Survei tahun 2013 mungkin menunjuk ke tahun 1033 M, tetapi ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa situs tersebut masih digunakan dalam beberapa dekade setelah gempa.
Sementara bangunan dan arsitektur Istana Hisham sangat mengesankan, karya seni dan dekorasi istanalah yang benar-benar menonjol. Istana itu dihiasi dengan mozaik, ukiran plesteran, dan pahatan.
Dekorasinya yang kaya dan mozaik yang indah mencerminkan kekayaan dan kekuatan Bani Umayyah. Kemegahan inilah yang menunjukkan bahwa itu adalah kediaman al-Walid II yang lebih mewah.
Istana Hisham dapat dikatakan sebagai simbolisme kuatnya hegemoni, serta bukti kekayaan dan kekuasaan Kekhalifahan Umayyah. Siapa pun yang mengunjungi istana pada masanya pasti akan terkesan dengan kemegahannya.
Tak Hanya Cukupi Kebutuhan Gizi, Budaya Pangan Indonesia Ternyata Sudah Selaras dengan Alam
Source | : | Ancient Origins |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR