Pemberontakan melawan rezim dimulai. Tahun 1895, Masyarakat Kebangkitan Tiongkok berusaha merebut kota Guangzhou melalui pemberontakan. Namun, rencana tersebut bocor ke penguasa Qing, yang dengan cepat bereaksi. Para revolusioner pun ditangkap dan dieksekusi.
Banyak pemberontakan terjadi di Tiongkok pada tahun-tahun berikutnya. Pada tahun 1900, otoritas Qing membatalkan upaya untuk menggulingkan ibu suri. Pada Mei 1907, gerakan revolusioner yang melibatkan sukarelawan asing berusaha menguasai Chaozhou tetapi ditekan dengan keras.
Pada tahun 1907 dan 1908, banyak pemberontakan ditindas oleh rezim meskipun beberapa sempat berhasil di awal.
Pada November 1908, Kaisar Guangxu dan Ibu Suri Cixi meninggal. Namun sebelum meninggal, sang ibu suri sempat menunjuk seorang kerabat berusia dua tahun, Pangeran Puyi, sebagai kaisar selanjutnya.
Tetapi para penguasa baru tidak melakukan apapun untuk memperbaiki situasi dengan pihak oposisi. Setelah tahun yang relatif tenang, pemberontakan dan pemberontakan dimulai lagi pada Februari 1910 dengan Pemberontakan Tentara Baru Gengxu. Satu tahun kemudian, Pemberontakan Guangzhou Kedua terjadi pada bulan April.
Senja Dinasti Qing sudah dekat, dan beberapa bulan kemudian, pemberontakan terakhir akan terjadi. Pemberontakan itulah yang meluluhlantakkan kekaisaran yang sudah berkuasa selama lebih dari 2.000 tahun.
Revolusi 1911 yang mengubah sejarah Tiongkok
Pada 10 Oktober 1911, organisasi-organisasi revolusioner di kota Wuchang melancarkan pemberontakan besar-besaran yang mengejutkan pemerintah setempat. Keesokan harinya, seluruh kota berada di tangan para pemberontak.
Pasukan Qing setempat melarikan diri dan terbunuh selama pertempuran. Didorong oleh keberhasilan ini, gerakan revolusioner lainnya melancarkan banyak pemberontakan hampir secara bersamaan. Mereka tidak memberikan kesempatan bagi kekaisaran untuk membalas.
Pada tanggal 23 Oktober, Jiujiang jatuh ke tangan para pemberontak. Pada tanggal 29, pemberontakan berdarah terjadi di Provinsi Shanxi. “Di sini terjadi pembantaian sebagian besar orang Manchu yang mendiami wilayah tersebut,” tambah Benabdeljalil. Pemberontakan ini dipimpin oleh Yan Xishan.
Pada akhir Oktober 1911, Provinsi Yunan jatuh ke tangan kaum revolusioner dan Jiangxi segera menyusul. Dalam dua bulan berikutnya, seluruh Tiongkok berkobar dengan api pemberontakan.
Namun karena tidak memiliki komite terpusat, para pemberontak pun terbagi dalam ideologi. Sebagian ingin menggulingkan kekaisaran, sedangkan yang lain ingin menggulingkan elite Manchu dan menggantikannya dengan Han.
Source | : | The Collector |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR