“Kami melihat arsitektur publik, kami melihat sifat ekonomi dan apa yang menopang kota. Kami melihat tanda-tanda pemerintahan, apakah terlihat sangat personal atau tidak,” kata Feinman.
Seni dan arsitektur yang mengagungkan penguasa yang lebih besar dari kehidupan menunjukkan masyarakat yang lebih otokratis atau lalim, sedangkan penggambaran pemimpin dalam kelompok, sering kali bertopeng, lebih menunjukkan pengaturan kekuasaan bersama.
Feinman dan rekan penulisnya, David Carballo dari Boston University, Linda Nicholas dari Field Museum, dan Stephen Kowalewski dari University of Georgia, menemukan bahwa di antara 24 kota kuno yang mereka analisis, kota dengan bentuk pemerintahan kolektif cenderung tetap bertahan.
Pemerintahan tersebut berkuasa lebih lama dari kota-kota yang diperintah secara otokratis, terkadang seribu tahun. Namun, bahkan di antara tempat-tempat yang mungkin memiliki tata kelola yang baik, beberapa kota bertahan lebih lama dari yang lain.
Untuk mengetahui mengapa kota-kota dengan tata kelola serupa ini bernasib berbeda, para peneliti memeriksa aspek lain dari susunannya termasuk infrastruktur dan indikasi saling ketergantungan rumah tangga.
Upaya awal untuk membangun ruang hunian yang padat dan saling terhubung serta pembangunan alun-alun besar, sentral, dan terbuka adalah dua faktor yang menurut penulis berkontribusi pada keberlanjutan dan pentingnya kota-kota awal.
Baca Juga: Termasuk Tujuh Keajaiban Dunia, Mengapa Petra begitu Spesial?
Baca Juga: Menyingkap Peradaban Lembah Sungai Sindhu Paling Kuno di Bumi
Baca Juga: Misteri Helike, Kota Kuno yang Hilang Akibat Kemurkaan Dewa Poseidon
Baca Juga: Misteri El Tajin, Kota Hilang yang Jadi Warisan Dunia UNESCO
Untuk memeriksa keberlanjutan di masa lalu, sebagian besar penelitian mencari korelasi antara peristiwa iklim atau lingkungan tertentu dan respons manusia.
Peneliti Ungkap Hubungan Tanaman dan Bahasa Abui yang Terancam Punah di Pulau Alor
Source | : | Frontiers in Ecology and Evolution,EurekAlert! |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR