Norbertus Gilang menulis dalam skripsinya yang berjudul Peran Masyarakat Dekso dalam Perang Jawa 1825-1830 yang terbit pada tahun 2013, menyebut bahwa dalam tidurnya ketika iktikaf, seseorang berwajahkan cahaya mendatanginya, menyebutnya kelak akan menjadi sang Ratu Adil bagi masyarakat Jawa.
Mimpi itu menjadi pertanyaan besar dalam benak Dipanagara. Namun, itu terjadi berulang kali selama iktikafnya di bulan Ramadan. Hingga sampai akhirnya, sesuatu hal besar terjadi dalam hidup sang pangeran.
Dipanagara akhirnya memutuskan keluar dari istana Mataram karena jiwa asketisnya sebagai seorang muslim yang sudah tak kerasan dengan budaya keraton.
Budaya Jawa berbalut ajaran Islam kian berbaur dan bercampur dengan budaya Barat yang dianggapnya melanggar aturan agama dan budaya.
Baca Juga: Silaturahmi Belanda Saat Lebaran, Berujung Petaka bagi Dipanagara
Baca Juga: Tabir Mimpi Dipanagara Mendorong Meletusnya Perang Jawa 1825
Baca Juga: Perenungan Pangeran Dipanagara pada Alam: Siasat Hidup Ratu Adil
Baca Juga: Hulptroepen, Satuan Lokal Hindia-Belanda dalam Perang Dipanagara
Baca Juga: Babad Dipanagara dan Sosok Pangeran Dipanagara Sebagai Manusia
Tatkala keluar dari istana, ia juga dihadapkan pada dua sisi, dimana saat ia mulai tak cocok dengan kehidupan di dalam istana, Dipanagara juga melihat sebegitu menderitanya masyarakat di luar istana.
Alhasil, akibat sejumlah kenyataan yang ia hadapi, tabir mimpi Dipanagara mengarahkannya pada penjelasan akan takdirnya kelak sebagai sang Ratu Adil di Jawa.
Berdasar pada tabir mimpi-mimpi inilah, maka Dipanagara lekas terbangun dan meyakinkan dirinya untuk memerangi kolonialisme Belanda. Ia memimpin perang terbesar sepanjang sejarah Jawa yang dimulai pada Juli 1825, disebut dengan Perang Jawa.
Source | : | Repository USD,Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR