Taphonomy adalah studi tentang tubuh dan bagian tubuh setelah kematian, di mana biologi, geologi, lingkungan, dan konteks arkeologi dianalisis untuk menilai proses pengawetan, pembusukan, dan fosilisasi.
Namun, para peneliti kini menganggap bahwa tangan-tangan itu mungkin telah "sengaja diletakkan."
Dari 12 tangan yang diteliti, enam di antaranya ditemukan memiliki tulang karpal baris proksimal yang utuh, yaitu kelompok delapan tulang kecil di pergelangan tangan yang menghubungkan tangan dengan lengan bawah.
Namun karena tidak ada fragmen tulang lengan bawah yang ditemukan dari lubang, para peneliti lebih memilih gagasan bahwa tangan-tangan tersebut "sengaja dipotong," setelah dilepas melalui kapsul sendi pergelangan tangan, kemudian dipotong melintasi tendon yang menjangkau sendi pergelangan tangan.
Pemotongan Tangan Secara Seremonial?
Ditemukan bahwa ke-12 tangan tersebut masih "lunak dan fleksibel" ketika dimasukkan ke dalam lubang. Ini berarti tangan-tangan itu dikuburkan sebelum terjadinya rigor mortis, atau setelah itu berlalu.
Tergantung pada berbagai faktor termasuk suhu dan kelembapan, usia dan kondisi fisik individu yang meninggal, rigor mortis terjadi dalam beberapa jam setelah kematian, mencapai puncaknya sekitar 12-24 jam, dan paling sering menghilang dalam 1-3 hari.
Namun, para ilmuwan menyimpulkan bahwa ke-12 orang tersebut "dipotong-potong selama atau sesaat sebelum sebuah upacara".
Di dunia Celtic kuno, prajurit yang terbunuh sering dipenggal selama petempuran berlangsung atau setelahnya. Kepala mereka kemudian dipasang pada paku sebagai piala perang.
Dalam studi baru ini, diyakini bahwa praktik mengamputasi tangan kanan musuh, yang dikenal sebagai "pengambilan trofi", diperkenalkan ke Mesir oleh orang-orang Hyksos sekitar 50-80 tahun sebelum tindakan tersebut tertulis di makam-makam Mesir.
Pengambilan Trofi Hyksos
Membedah Target Ambisius Mozambik Memaksimalkan Potensi 'Blue Carbon' Pesisirnya
Source | : | Nature,Ancient Origins |
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR