"Kami tahu perkembangan ekonomi yang cepat di negara-negara berpenghasilan rendah berdampak besar pada tingkat kesuburan," Per Espen Stoknes, direktur Pusat Keberlanjutan di Sekolah Bisnis Norwegia dan pimpinan proyek Earth4All, mengatakan kepada Live Science.
"Tingkat kesuburan turun karena anak perempuan mendapatkan akses ke pendidikan dan perempuan diberdayakan secara ekonomi dan memiliki akses ke perawatan kesehatan yang lebih baik."
Studi ini merupakan tindak lanjut dari studi Limits to Growth The Club of Rome tahun 1972, yang memperingatkan dunia tentang "bom populasi" yang akan segera terjadi. Hasil baru menyimpang dari perkiraan populasi terbaru lainnya.
Misalnya, pada tahun 2022, Perserikatan Bangsa-Bangsa memperkirakan bahwa populasi dunia akan mencapai 9,7 miliar pada tahun 2050 dan meningkat menjadi 10,4 miliar pada tahun 2100. Perkiraan PBB dari satu dekade lalu menunjukkan bahwa populasi akan mencapai 11 miliar.
Model lain meramalkan pertumbuhan penduduk berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian sosial perempuan dan otonomi tubuh, seperti akses ke pendidikan dan kontrasepsi.
Model Earth4All sedikit lebih kompleks, mengintegrasikan variabel yang terkait dengan lingkungan dan ekonomi. Ini termasuk kelimpahan energi, ketimpangan, produksi pangan, tingkat pendapatan dan dampak pemanasan global di masa depan.
Model memprediksi dua hasil yang mungkin untuk populasi manusia di masa depan. Kasus pertama, "bisnis-seperti-biasa" di mana pemerintah melanjutkan lintasan kelambanan mereka saat ini, menciptakan komunitas yang rapuh secara ekologis yang rentan terhadap keruntuhan regional.
Kita akan melihat populasi meningkat menjadi 9 miliar orang pada tahun 2050 dan menurun menjadi 7,3 miliar pada tahun 2100.
Baca Juga: Pemanasan Global: Sebagian Wilayah Asia Akan Sepanas Gurun Sahara
Baca Juga: Studi: Ada Ketidakseimbangan Populasi di Negara Maju dan Berkembang
Baca Juga: 18 Tahun National Geographic Indonesia: Delapan Miliar Populasi dan Tantangan Peluang Bumi
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Source | : | Live Science,Club of Rome |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR