Tengah ruangan adalah tempat berkumpul untuk makan. Pada bagian belakang terdapat dapur, sedangkan area kamar mandi dibangun di luar bangunan utama. Hari ini cukup banyak wisatawan yang berkunjung.
Sejak sore, Mama Rita dan Mama Yovita duduk di depan tungku api, memanaskan air, menanak nasi, merebus telur, dan memasak sayur daun bayam untuk makan malam. Hari ini mereka bertugas melayani wisatawan. Mereka juga membawa produk mereka seperti kain tenun, kripik ubi, dan kopi kemasan untuk dipajang di galeri di tempat tamu menginap.
Saya menyambangi Bapak Alosius seusai bersantap malam. Ia sibuk menganyam nyiru. Alosius tinggal di niang gena jintam. Tepat di sebelah tempat tamu menginap. Di sana ada enam kepala keluarga dan enam tungku api. Setiap keluarga akan memasak masing-masing, lalu mereka semua akan bersantap bersama.
Matahari menyelinap di antara sela kabut yang memeluk erat lembah pagi ini. Alas jemur dibentangkan, biji kopi yang masih basah ditumpahkan dari dalam karung. Saya duduk di depan mbaru gendang bersama Bapak Lipus, menikmati secangkir kopi waerebo yang diracik langsung oleh Mama Yovita, istrinya.
“Di Waerebo ada 3 jenis kopi yang ditanam yaitu arabika, robusta, dan kolombia, namun yang paling banyak adalah arabika. Produksinya dalam satu tahun bisa mencapai 8 ton,” ungkapnya.
Di Waerebo kopi sudah menjadi bagian dari kebudayaan. Sebelum pesta panen, para pemilik kebun biasanya akan melakukan ritual waha, upacara meminta perlindungan agar tanaman kopi tidak dimakan hama. Dua ekor ayam dipotong. Ayam putih sebagai bentuk rasa syukur dan ucapan terima kasih kepada Tuhan, sedangkan ayam biasa dipersembahkan untuk leluhur.
Perjalanan ke Waerebo selalu menyenangkan, merasakan sensasi menginap di rumah adat berkarakter arsitektur unik dan sarat filosofi.
Waktu menunjukkan pukul 12.30 saat saya tiba di Dapur Tara Flores. Salah satu komunitas pangan lokal di Labuan Bajo yang menyajikan masakan khas Manggarai. Lokasinya di alam terbuka hijau, asri dan sejuk, tak jauh dari jalan utama. Elisabeth Yani sang pemilik, menyapa saya dari kejauhan.
“Ke sini nana, langsung makan, ini sudah jam makan siang.”
Hari ini ada manuk cuing atau ayam asap, lomak—sayur daun singkong berlumur parutan kelapa seperti sayur urap atau lawar, nasi kolo, dan sambal nanas.
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR