Nationalgeographic.co.id—Para ilmuwan dari Gwangju Institute of Science and Technology mengkorelasikan pemanasan Arktik dengan cuaca musim dingin yang ekstrem. Mencairnya es Kutub Utara atau Arktik dapat menyebabkan cuaca musim dingin yang tidak dapat diprediksi di seluruh dunia.
Foto gletser yang mencair dan beruang kutub yang terdampar di laut es yang menyusut di Kutub Utara mungkin merupakan gambar yang paling mencolok. Foto-foto itu telah digunakan untuk menyoroti efek pemanasan global dan perubahan iklim.
Namun, foto-foto itu tidak menyampaikan sepenuhnya konsekuensi dari Arktika yang lebih hangat. Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak pengakuan atas peran Arktika dalam mendorong peristiwa cuaca ekstrem di bagian lain dunia.
Dalam beberapa dekade terakhir, wilayah pedalaman Eurasia dan Amerika Utara telah mengalami beberapa musim dingin yang belum pernah terjadi sebelumnya. Cuaca ekstrem itu terjadi kendati suhu udara permukaan global kian meningkat.
Salah satu penjelasan yang mungkin dari peningkatan musim dingin yang ekstrem ini berasal dari apa yang disebut pola Warm Arctic Cold Continent (WACC). Pola ini mencerminkan efek dari pemanasan Arktik yang meningkat dalam mendorong perubahan sirkulasi di benua sekitarnya.
Studi ini menganalisis data analisis ulang dan eksperimen model yang dipaksakan oleh berbagai tingkat pemaksaan antropogenik. Analisis baru tersebut telah dijelaskan di Nature npj Climate and Atmospheric Science baru-baru ini. Makalah tersebut diterbitkan dengan judul "Arctic-associated increased fluctuations of midlatitude winter temperature in the 1.5° and 2.0° warmer world" yang dapat diakses secara daring.
Peneliti menemukan bahwa WACC terdapat pada skala sinoptik dalam pengamatan, sejarah model dan bahkan masa depan berjalan. Di masa mendatang, analisis tersebut menunjukkan adanya WACC yang terus berlanjut. Akan tetapi, fenomena itu terjadi dalam cuaca dingin yang sedikit melemah karena pemanasan global secara keseluruhan.
Sementara Arktika telah memanas dengan kecepatan dua kali lebih cepat dari rata-rata global, musim dingin di wilayah garis lintang tengah mengalami peristiwa cuaca yang lebih dingin dan lebih parah.
Misalnya, musim dingin pada 2022-2023 memperlihatkan suhu dingin dan hujan salju yang memecahkan rekor di Jepang, Tiongkok, dan Korea.
Demikian pula, banyak bagian Eurasia dan Amerika Utara telah mengalami cuaca dingin yang parah. Hujan salju lebat dan suhu di bawah nol dalam waktu yang lama.
Meskipun ada banyak teori untuk fenomena perubahan iklim ini, tim peneliti internasional yang dipimpin oleh Profesor Jin-Ho Yoon dari Gwangju Institute of Science and Technology (GIST), Korea, berangkat untuk meneliti fenomena ini. Mereka memeriksa hubungan antara musim dingin yang parah di Belahan Bumi Utara dan mencairnya es laut di kawasan Kutub Utara.
Source | : | Nature,Gwangju Institute of Science and Technology |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR