Nationalgeographic.co.id - Selama bulan Januari hingga Februari 2023, Bima Aryo berkeliling di sekitaran Jakarta dengan sepeda dan mobil. Ketika ia bersepeda pada 19 Januari 2023, tas yang ia pakai mendeteksi tingginya kadar PM 2.5 di malam hari.
"Saya bersepeda di siang hari dan malam hari. Dan sejujurnya, menurut saya itu sebenarnya [saya melalui tempat yang] lebih parah dalam hal polusi udara," tuturnya dalam diskusi daring yang diselenggarakan perusahaan teknologi dan riset Dyson, Kamis 13 April 2023.
"Ternyata beberapa hari saya bersepeda agak berbeda-beda dari udara yang sekarang. Ada angin, dan hujan, mungkin itu berpengaruh dalam kualitas udara," lanjutnya.
Bima adalah pemengaruh dan pegiat perjalanan. Tasnya yang dipakai mengeliling Jakarta memiliki teknologi untuk melihat kualitas udara yang dilewatinya, sebagai bentuk kolaborasi kampanye kualitas udara di Jakarta bersama Dyson.
"Saya sangat sadar akan kesehatan, terutama dari lingkungan di sektar saya. Saya dapat kesempatan untuk berkolaborasi dengan Dyson untuk mencari tahu bagaimana kualitas udara di sekitar saya," ujarnya. "Saya sangat tertarik sekali karena pada dasarnya, udara adalah yang kita hirup seitap hari, dan ada banyak hal yang perlu kita ketahui tentang hal itu."
Selain bersepeda, Bima memakai tasnya di mobil untuk berpergian. Dalam eksperimennya, ia terkejut bahwa di dalam mobil yang kedap udara dari luar, ternyata masih ada zat polutan berbahaya yang masuk, setelah mengecek kembali hasil data yang dikumpulkan.
Data yang dikumpulkan tas di dalam ruang mobil mencapai lebih dari 2.000 mikrogram per kubik karbon dioksida. Angkanya stabil, dan baru turun secara signifikan ketika Bima keluar dari mobil.
Bima juga baru menyadari bahwa partikulat berbahaya juga ada di dalam rumah, termasuk hasil pembakaran dari dapur--memasak. "Lonjakannya cukup tinggi," ungkapnya. "Wah ya ampun, saya tidak tahu bahwa masak ini bisa segitu berbahayanya."'
Polutan di dapur dari aktivitas memasak adalah VOC yang jumlahnya mencapai lebih dari 12.000 mikrogram per kubik. Angka itu empat kali lipat di atas batas wajar dan tergolong buruk.
PM 2,5 adalah partikulat di udara yang ukurannya lebih kecil dari 2,5 mikrometer. Partikel ini bisa mengakibatkan berbagai penyakit pernapasan, seperti gangguan saluran pernapasan seperti ISPA (infeksi saluran pernapasan akut), kanker paru-paru, kardiovaskular, bahkan kematian dini. Bahkan, yang lebih buruk, mengakibatkan gangguan kognitif janin selama masa kehamilan.
Hampir semua kota-kota besar di Indonesia memiliki kualitas udara yang buruk. Selain PM 2,5, ada juga PM 10, senyawa organik mudah menguap (VOC), nitrogen oksida, dan karbon dioksida yang tidak kalah buruk dampaknya bagi kesehatan. Laporan kualitas udara ditangkap banyak alat di Indonesia, terutama di Jakarta, telah dipublikasikan secara terbuka oleh berbagai situs pendeteksi.
Akan tetapi, data kualitas udara ketika seorang berpindah tempat belum diperhatikan. Padahal, perpindahan aktivitas manusia di perkotaan membuatnya mendapatkan kualitas udara yang berbeda. Sehingga, tidak semua orang punya perhatian atas kualitas udara dari tempat yang dilaluinya.
Dyson memperkenalkan tas yang dipakai Bima di forum yang sama. Tas itu adalah Air Quality Backpack yang merupakan hasil pengembangan teknologi pembersih udara Dyson, terdiri dari alat sensor udara porbale yang mengumpulkan data secara nyata saat penggunanya beraktivitas.
Tas itu disertai oleh GPS untuk melacak tempat mana yang dilalui pengguna, sembari memantaui kualitas udara seperti PM 2,5, PM 10, VOC, nitrogen oksida, dan karbon dioksida.
"Pencemaran udara adalah masalah global. Insinyur-insinyur kami mengembangkan sensor-sensor cerdas berdasarkan pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan riset terhadap teknologi udara selama bertahun-tahun," kata Frederic Nicolas, Dyson Air Science Engineering Lead, dikutip dari rilis.
Baca Juga: Atmosfer Bumi Bisa Membersihkan Dirinya Sendiri dari Polusi Udara
Baca Juga: Paparan Asap Rokok Orang Lain Bisa Menyebabkan Penyakit Kulit
Baca Juga: Clean Air Zone: Melindungi Lingkungan Kerja dan Belajar dengan Data
Baca Juga: Sains Terbaru: Tumbuhan Berpotensi Penyebab Polusi Udara Masa Depan
"Dalam fase teknologi sensor udara Dyson kali ini, kami telah memperbarui Air Quality Backpack kami dengan meningkatkan kemampuan sensor dan mengembangkan aplikasi kualitas udara—untuk memperlihatkan yang tidak kasat mata dan agar pengguna dapat mengontrol paparan mereka terhadap polusi,” lanjutnya.
Scott Lowther, Lead Data Engineer Dyson menambahkan, mengetahui kualitas udara di Jakarta dengan melacak aktivitas pribadi diperlukan. Data yang mereka kumpulkan bisa dimanfaatkan untuk kepentingan bersama. Salah satunya, data itu dibagikan ke beberapa universitas di seluruh dunia untuk keperluan riset tentang polusi.
"Jadi ada kombinasi banyak dari pekerjaan kita. Ada mengadvokasi yang kita lakukan untuk berkomunikasi kepada publik, di mana masalahnya berada, di mana dan bagaimana solusinya untuk menciptakan kesadaran, dan juga aksi yang bisa orang lakukan untuk mengurangi pemaparan mereka," tutur Lowther dalam forum yang sama.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR