Dyson memperkenalkan tas yang dipakai Bima di forum yang sama. Tas itu adalah Air Quality Backpack yang merupakan hasil pengembangan teknologi pembersih udara Dyson, terdiri dari alat sensor udara porbale yang mengumpulkan data secara nyata saat penggunanya beraktivitas.
Tas itu disertai oleh GPS untuk melacak tempat mana yang dilalui pengguna, sembari memantaui kualitas udara seperti PM 2,5, PM 10, VOC, nitrogen oksida, dan karbon dioksida.
"Pencemaran udara adalah masalah global. Insinyur-insinyur kami mengembangkan sensor-sensor cerdas berdasarkan pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan riset terhadap teknologi udara selama bertahun-tahun," kata Frederic Nicolas, Dyson Air Science Engineering Lead, dikutip dari rilis.
Baca Juga: Atmosfer Bumi Bisa Membersihkan Dirinya Sendiri dari Polusi Udara
Baca Juga: Paparan Asap Rokok Orang Lain Bisa Menyebabkan Penyakit Kulit
Baca Juga: Clean Air Zone: Melindungi Lingkungan Kerja dan Belajar dengan Data
Baca Juga: Sains Terbaru: Tumbuhan Berpotensi Penyebab Polusi Udara Masa Depan
"Dalam fase teknologi sensor udara Dyson kali ini, kami telah memperbarui Air Quality Backpack kami dengan meningkatkan kemampuan sensor dan mengembangkan aplikasi kualitas udara—untuk memperlihatkan yang tidak kasat mata dan agar pengguna dapat mengontrol paparan mereka terhadap polusi,” lanjutnya.
Scott Lowther, Lead Data Engineer Dyson menambahkan, mengetahui kualitas udara di Jakarta dengan melacak aktivitas pribadi diperlukan. Data yang mereka kumpulkan bisa dimanfaatkan untuk kepentingan bersama. Salah satunya, data itu dibagikan ke beberapa universitas di seluruh dunia untuk keperluan riset tentang polusi.
"Jadi ada kombinasi banyak dari pekerjaan kita. Ada mengadvokasi yang kita lakukan untuk berkomunikasi kepada publik, di mana masalahnya berada, di mana dan bagaimana solusinya untuk menciptakan kesadaran, dan juga aksi yang bisa orang lakukan untuk mengurangi pemaparan mereka," tutur Lowther dalam forum yang sama.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR