Nationalgeographic.co.id - Akhir-akhir ini muncul pemberitaan di media mengenai deretan artis Indonesia yang melakukan perjalanan ke Korea Selatan untuk menjalani operasi plastik. Operasi plastik sudah menjadi bagian dari gaya hidup warga setempat terutama artis Korea. Hal ini didukung dengan kemajuan pengobatan dan layanan kesehatan di negara Korea Selatan. Banyak turis mancanegara datang melakukan kunjungan wisata medis ke Korea.
Dilansir dari survei yang dilakukan oleh CEOWorld tahun 2020, Korea Selatan menjadi negara dengan kualitas perawatan kesehatan nomor satu dunia. Indikator perawatan kesehatan berdasarkan survei ini adalah kemampuan tenaga kesehatan, harga, ketersediaan obat yang berkualitas, kesiapan pemerintah, lingkungan, akses air bersih, dan sanitasi.
Jika menoleh ke masa Kekaisaran Korea dari era dinasti Goryeo hingga Joseon, sejarah pengobatan Korea melalui perjalanan yang panjang. Penyusunan Hyangyak Jipseongbang yang merangkum ramuan obat dan teknik pengobatan sesuai dengan iklim ditulis pada era dinasti Goryeo hingga Jonseon. Kompilasi resep obat asli Korea dalam buku Hyangyak Jipseongbang merupakan kompilasi resep tertua.
“Meskipun Tiongkok adalah sumber utama praktik medis, orang Korea harus mengadaptasi resep Tiongkok agar sesuai dengan apa yang tersedia di semenanjung Korea," jelas Baker dalam tulisannya di Medicine in Korea.
Pada masa dinasti Goryeo (918-1392), Korea diblokir dari kontak darat langsung dengan Tiongkok oleh negara-negara non-Tiongkok yang bermusuhan di Manchuria Selatan. Hal ini memaksa Goryeo untuk mengembangkan Hyangyak dengan menggunakan tumbuh-tumbuhan, bagian hewan, dan mineral yang ditemukan di semenanjung Korea menggantikan bahan-bahan dari Tiongkok.
Raja dan cendekiawan pada era dinasti Joseon percaya bahwa pengobatan memainkan peran penting dalam kehidupan masyarakat sebab membantu masyarakat untuk hidup sehat dan produktif.
Uibangyuchi sebuah ensiklopedia medis dibuat pada tahun 1445. Buku ini berisi cara perawatan anak sakit, pertolongan pertama, perawatan bayi baru lahir, dan cara mengatasi patah tulang. Kehadiran buku Uibangyuchi diikuti kehadiran buku Dongui Bogam.
Dongui Bogam ditulis oleh Heo Jun seorang tabib raja dimasa dinasti Joseon. Pada era dinasti Joseon ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat, pengobatan tradisional Korea benar-benar mencapai puncaknya.
Pada buku Dongui Bogam tampaknya sudah ditetapkan standard pengobatan. Dongui Bogam terdiri dari lima bab berisi pengobatan dalam (Naegyeongpyeon), pengobatan luar (Oehyeongpyeon), macam-macam penyakit (Japbyeongpyeon), obat-obatan (Tangaekpyeon), dan akupuntur (Chimgupyeon).
Dongui Bogam merupakan salah satu buku pengobatan klasik dalam sejarah pengobatan Timur. Buku ini diterbitkan dan dicetak dalam edisi Cina di tahun 1763 dan 1796. Cetakan edisi Jepang pertama kali diterbitkan tahun 1724, kemudian diterbitkan kembali pada cetakan kedua pada tahun 1799. Buku ini masuk dalam warisan budaya UNESCO dan menjadi warisan budaya Korea yang ketujuh.
Dinasti Joseon (1392-1910) memulai restrukturisasi pemerintahan dan masyarakat Korea menurut garis Neo-Konfusianisme. Restrukturisasi itu mencakup institusi kesehatan dan praktik kesehatan. Pengaruh Neo-Konfusianisme pada pengobatan selama Dinasti Joseon terlihat dalam dua bidang yaitu pembentukan fasilitas kesehatan nasional dan sertifikasi dokter.
Konsentrasi dokter terbesar berada di dalam dan sekitar ibu kota. Pemerintah mendirikan klinik di Seoul untuk memberikan perawatan medis bagi keluarga kerajaan dan pejabat tinggi kerajaan. Untuk rakyat yang memiliki penyakit menular disediakan klinik kesehatan di luar tembok kota agar mereka yang memiliki penyakit menular tidak harus masuk ke ibu kota.
Seorang sarjana Konfusius biasanya memimpin kantor layanan kesehatan tingkat tinggi, dibawahnya ada dokter yang telah lulus pemeriksaan kesehatan pegawai negeri. Pada era dinasti Joseon ini, masyarakat sangat terstratifikasi, mengistimewakan leluhur, dan memiliki pengetahuan filofosi yang tinggi.
Baca Juga: Alasan Dinasti Joseon Korea Mengeklaim sebagai Penerus Ming Tiongkok
Baca Juga: 500 Tahun Berkuasa, Ini Peran Dinasti Joseon dalam Sejarah Korea
Baca Juga: Kenapa Banyak Sekali Orang Korea Selatan yang Punya Nama Kim?
Hanya mereka yang memiliki kebaikan latar belakang keluarga dan nilai kelulusan pada ujian pegawai negeri dapat diangkat ke posisi tertinggi seperti pemimpin pelayanan kesehatan di fasilitas layanan kesehatan besar. Pepatah populer selama dinasti Joseon memperingatkan penduduk "Jangan menerima obat dari seorang dokter yang bukan dari dokter generasi ketiga"
Tahun 1910 Dinasti Joseon mulai kehilangan sebagian besar kekuasaannya. Sisa-sisa otonomi berakhir ketika Jepang menjadikan Korea sebagai koloni dibawah kendali langsung Jepang. Pengaruh modernisasi mulai masuk, obat tradisional Korea berangsur tergantikan dengan obat yang lebih dianggap cocok dengan dunia modern, biomedis diimpor dari Barat. Akhir dari pemerintahan kolonial Jepang menciptakan dua pemerintahan dengan kebijakan pengobatan yang berbeda.
Pengobatan tradisional Korea berusaha mengadaptasi dengan pengobatan modern dengan standardisasi dan mekanisme agar cocok dengan pengobatan modern kehidupan perkotaan. Baik yang diresepkan atau tidak, tampilan obat tradisional ini pun mengikuti perkembangan saat ini baik dalam bentuk pil, butiran, atau cairan yang diproduksi secara massal tidak berbeda dengan tampilan obat produksi pabrik farmasi.
Banyak orang Korea tetap yakin bahwa untuk masalah kesehatan tertentu, pengobatan tradisional lebih efektif dibanding pengobatan modern. Mereka menganggap sebagai warisan budaya tradisional yang layak dilestarikan. Walaupun beberapa variasi pengobatan tersebut juga berasal dari pengobatan Tiongkok. Pengobatan tradisional berkembang bersama pengobatan modern dalam hubungan saling melengkapi.
Penulis | : | Cicilia Nony Ayuningsih Bratajaya |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR