Nationalgeographic.co.id—Selama penetapan lockdown karena COVID-19 yang diberlakukan, Jeong Mi-hee, seorang pengusaha wanita di Korea Selatan, mulai memperhatikan minuman alkohol lokal yang sudah lama ditinggalkan orang-orang korea.
Menghabiskan banyak waktunya di rumah, ia mencoba mengulik berbagai hal, termasuk saat menemukan ide untuk meracik makgeolli. Itu merupakan anggur (wine) beras Korea dengan rasa sedikit asam.
Setelah dicicipi racikannya, Jeong menyukainya. Lantas, ia mempelajari teknik fermentasi kuno dengan membuat racikannya secara komersil, dia memutuskan untuk memulai labelnya sendiri.
Jeong adalah salah satu dan yang pertama dari semakin banyak orang Korea Selatan yang mulai membuat makgeolli, dan salah satu dari banyaknya orang di seluruh dunia yang mengembangkan minat dalam pembuatan bir rumahan selama pandemi.
"Makgeolli atau disebut juga makkolli merupakan minuman kuno yang telah eksis sejak berabad-abad lalu," tulis Lee dan Ives kepada The New York Times.
Chang W. Lee dan Mike Ives menulis dalam artikelnya berjudul This Ancient Brew Has Retro Appeal in South Korea, dipublikasi pada 20 Januari 2022.
"Orang Korea telah membuat makgeolli selama berabad-abad. Minuman tersebut dilarang selama pendudukan Jepang selama 35 tahun yang brutal di Semenanjung Korea, dan berakhir pada tahun 1945," imbuhnya.
Beberapa produksi makgeolli dilanjutkan setelah pertempuran dalam Perang Korea yang berakhir pada tahun 1953, tetapi minuman tersebut gagal berproduksi lagi ketika pemerintah di Seoul bergulat dengan kekurangan gandum pascaperang.
Sekitar tahun 1950-an, para pejabat di Korea Selatan mendesak produsen bir untuk menggunakan kentang, bukan nasi, untuk membuat soju, jenis minuman keras tradisional Korea lainnya.
Menurut Hyunhee Park, seorang profesor sejarah di City University of New York. Pada tahun 1965, mereka melarang alkohol berbasis biji-bijian sepenuhnya, semakin menekan metode penyulingan tradisional.
"Makgeolli yang diproduksi secara massal mulai muncul di toko bahan makanan Korea Selatan setelah pemerintah sepenuhnya mencabut pembatasan pembuatan bir makgeolli pada 1990-an," terang Lee dan Ives.
Source | : | The New York Times |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR