Nationalgeographic.co.id—Orang kerap menjulukinya "Negeri Ginseng", begitulah nama yang sering diidentikkan dengan Korea. Ginseng sudah sejak lama dikenal sebagai tanaman yang kaya akan khasiat oleh peradaban Asia Timur seperti Tiongkok, Korea, dan Jepang. Namun, tanaman jenis ini sebenarnya juga ada di Siberia dan juga Amerika Utara.
Orang Korea kuno menyebut ginseng sebagai shim. Penyebutannya sangat marak dalam catatan Guguepganyibangeanhae yang terbit pada tahun 1489, semasa Kekaisaran Korea dibawah Raja Seongjong. Ginseng makin sering disebut lagi di masa-masa berikutnya dalam sejarah Korea.
Selama Dinasti Goryeo, orang-orang di Kekaisaran Korea percaya bahwa ginseng "memperkuat lima organ pencernaan tubuh, membawa kedamaian pada pikiran, dan menghilangkan energi buruk". Hal itu diungkapkan oleh Heasim Sul dan rekan-rekan dalam buku God Given Korean Ginseng dari departemen sejarah Yonsei University.
Ada berbagai legenda asal-usul ginseng. Salah satunya yang terpelihara dalam literatur adalah bagaimana Gubernur Joo Sae-bung dari Punggi memulai penanamannya. Yang jelas, di Kekaisaran Korea, ginseng merah telah dibudidayakan pada akhir abad ke-14 atau awal abad ke-15.
"Sebelum tahun 1200 masehi kami tidak dapat menjelaskan secara pasti cara pembuatan ginseng merah (waktu pengukusan, jumlah pengulangan, dan proses pengeringan) karena tidak ada catatan detail," terang para peneliti dalam Journal of Ginseng Research, Maret 2023.
Penelusuran tentang sejarah ginseng ini ditulis dalam makalah tersebut dengan tajuk "Ancient herbal therapy: A brief history of Panax ginseng". Maria Assunta Potenza yang memimpin penelitian dengan menarik ulur pengetahuan ginseng di berbagai peradaban kuno.
"Pada akhir tahun 1200-an, prosesnya mulai dijelaskan dengan lebih baik dan teks oleh Taekyoung Kim (1850–1927 M) di berbagai SohoDang dan metode pembuatan ginseng merah yang saat ini digunakan dijelaskan di Samjung-Yolam," lanjut mereka.
Walau baru disebut pada abad ke-15, budidaya ginseng di Kekaisaran Korea bisa jadi dimulai lebih lama lagi. Para peneliti memperkirakan budidaya dilakukan pertama kali sekitar abad ke-11 dengan transplantasi ginseng liar.
Namun, peradaban manusia yang pertama kali mengenal ginseng bukanlah orang Korea. Orang Tiongkok telah mengenalnya sebagai tanaman obat, terutama untuk terapuetik dalam berbagai catatan tertua sekitar 2500 SM.
Ginseng dikenal sebagai jinsim sebagai istilah dialek Hokkien di Tiongkok. Artinya "akar manusia", karena bentuknya yang menyerupai akar yang bercabang dan serupa kaki manusia. "Kemudian mereka mengucapkan 'renschen' dan selanjutnya Xiangshen dan Sangsam berubah menjadi Shinseng, dan kemudian menjadi Ginseng," terang Potenza dan tim.
"Bahkan, karena bentuknya yang serupa manusia, ia menginterpretasikan dalam perpindahan materi dan energi spiritual menurut tradisi Asia," lanjutnya.
Pengobatan di Kekaisaran Tiongkok kemudian dipengaruhi oleh filosofi Kong Hu Cu yang memandang, manusia terdiri dari lima unsur (kayu, api, tanah, logam, dan air). Masing-masingnya punya hubungan dengan lima tumbuhan, dan lima indera.
Tabib-tabib di Kekaisaran Tiongkok pun menggunakan pemahaman ini dalam memanfaatkan ginseng. Akar tanaman Panax ginseng yang mereka pandang sebagai "akar manusia" dimanfaatkan untuk khasiat tonik.
Dalam ramuan, ginseng sering dicampur dengan tanaman lain seperti Safflower petals, angelica, kayu manis, dan sage merah. Bahkan pada Kekaisaran Tiongkok semasa Dinasti Tang tahun 618 Masehi, ginseng dijadikan obat penting.
Ginseng kemudian diperkenalkan ke dunia luar Asia Timur pada abad pertengahan. Pada masa ini, jalur perdagangan sutra ramai didatangi banyak kalangan, majunya peradaban Timur Tengah di bidang sains dan kesehatan, dan Bangsa Mongol yang memperluas jangkauannya untuk menghubungkan dunia Barat dan Timur.
Dunia barat mengenali ginseng lewat orang Arab yang kerap berhubungan dengan Kekaisaran Tiongkok. Fungsinya di bidang kesehatan juga diketahui. Salah satu orang Arab yang memperkenalkan ginseng adalah adalah Ibnu Hazim dari Cordoba pada abad kesembilan.
"Orang Arab adalah apoteker yang sangat baik, dan mereka menggabungkan ramuan herbal untuk meningkatkan efek penyembuhannya, tetapi juga sifat organoleptik seperti rasa dan bau bagi mereka yang diberikan," terang para peneliti.
"Mereka memiliki kontak budaya mereka pertama dengan tradisi medis India dan Cina dan kemudian dengan Kekaisaran Kristen Romawi (sekarang juga disebut Byzantium) dan karena itu memiliki berbagai pengetahuan medis dan botani untuk membuat dan mengembangkan tidak hanya terapi herbal."
Ibnu Sina (980-1037) juga mencatat khasiat ginseng. Catatan-catatan ilmu pengobatannya sangat berpengaruh pada dunia kesehatan modern pada abad-abad berikutnya, ketika orang Eropa kembali bangkit.
Sepertinya dunia Eropa telah sejak lama mengetahui tanaman ini juga. Ada berbagai catatan tanaman pada masa Kekaisaran Romawi mengenai khasiat tanaman dengan akar menyerupai kaki manusia.
Cara pengolahannya oleh para ahli obat seperti Theophrastus (370-285 SM) menggunakannya sama dengan ginseng. Akan tetapi, catatan ini terlupakan, dan namanya tidak serupa ginseng dari dunia Timur.
Pada peradaban yang lebih modern, Marco Polo memperkenalkan ginseng setelah perjalanannya ke Kekaisaran Tiongkok. Dia menyebutnya sebagai ramuan ajaib dan makanan penting bagi para pengembara dan orang Tartar.
Saat masa penjelajahan bermula di abad ke-15, perdagangan menuju Timur Jauh oleh orang Portugis seperti Vasco da Gama mengungkapkan ginseng. Pada 1610, orang Belanda juga membawa ginseng dari Jepang untuk dibawa ke Eropa.
Kabar tentang ginseng dilaporkan di koloni Belanda di Tanjung Harapan, Afrika Selatan pada masa ini juga. Rupanya, Johan Anthonis zoon van Riebeck (1619-1677), pendiri Cape Town, melaporkan adanya penggunaan herbal oleh suku lokal. Suku di Afrika Selatan membuat ramuan untuk membius otak yang berupa campiran opium dan ginseng.
Pada dekade berikutnya di abad ke-17, Raja Siam juga menghadiahkan akar ginseng kepada orang Eropa, saat berkunjung menemui Louis XIV. Raja Prancis itu memang dikenal sebagai orang yang doyan tanaman herbal untuk menyembuhkan kelemahan seksualnya.
Baca Juga: Hwarang, 'Kesatria Berbunga' yang Mematikan Sebelum Kekaisaran Korea
Baca Juga: Senjata Canggih Muslim Dipakai Mongol Menggempur Kekaisaran Tiongkok
Baca Juga: Bagaimana Masa Depan Ribuan Jenis Tumbuhan Rempah Obat Indonesia?
Baca Juga: Obat Herbal Infeksi Saluran Pernafasan Akut, Berasal Dari Manggis
Keberadaan ginseng di Amerika Utara baru diketahui pada abad ke-18 dan menjadi populer. Berbagai suku asli Amerika Utara tekah menggunakan tanaman P. quinquefolium. Penjelajah dan penjajah Barat mencatat keberadaannya, dan mulai membudidayakan di berbagai kebun raya di benua baru itu.
Namun, Korealah yang mendapat julukan negeri ginseng. Hal itu disebabkan permintaan pasokan ginseng begitu tinggi pada tahun 1900. Korea mulai memanfaatkan tanaman ini secara komersial, karena berbagai jenisnya tumbuh sebagai tanaman liar.
Sayangnya, tren itu berangsur-angsur menyusut di Korea, sering menipisnya tanaman liar ginseng.
"Itu menjadi tanaman dengan hasil tinggi bagi petani Amerika dan pedagang Eropa, yang sekarang lebih tertarik untuk mengekspornya ke China daripada mengimpornya," terang Potenza dan rekan-rekan. "Kemudian, setelah dirusak oleh beberapa uji klinis negatif, ginseng tiba-tiba didiskreditkan."
Source | : | Science Direct |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR