Nationalgeographic.co.id—Sahabat, jika Anda sedang atau berencana berkunjung ke Maluku Utara, sempatkanlah melihat-lihat kekayaan faunanya. Salah satunya adalah burung kipasan kebun (Rhipidura leucophrys) yang sangat ramah dengan manusia. Burung ini disebut sebagai baikole oleh orang Maluku.
Nama lainnya adalah willie wagtail. Burung kipasan kebun ini tersebar di hampir seluruh Indonesia Timur, Australia, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Kepulauan Bismarck.
Sesuai namanya yang disebut sebagai kipasan kebun, burung ini gemar muncul di perkebunan untuk mencari makanan berupa serangga. Meski demikian, ia dapat dengan mudah dijumpai juga di perkotaan.
Burung kipasan kebun tinggal di cabang-cabang kecil pada pohon buah, seperti mangga dan rambutan. Karena jumlahnya yang sangat banyak dan tersebar di kawasan penduduk, jika Anda berjalan-jalan, tidak sedikit melihat sarangnya muncul ada di kabel listrik.
Sarang mereka terbuat dari rerumputan, dengan bentuk serupa mangkuk berdiameter sekitar 10 sentimeter. Akan tetapi, sarang ini rapat dan kokoh untuk burung kipsan kebun tinggal. Di sarang ini jugalah mereka aman bertelur.
Ketika Anda melakukan birdwatching (memantau burung), dapat dengan mudah mengidentifikasi burung kipasan kebun. Tubuhnya berwarna hitam, dan putih di bagian perut. Beberapa individu memiliki alis putih yang memanjang.
Ekor burung kipasan kebun menyerupai kipas, sehingga menjadi identik dengan namanya. Ketika bertenggar, burung ini sering menggoyang-goyangkan bagian belakangnya, seolah sedang mengipaskan angin.
Keramahannya dan dengan nyamannya burung baikole berhubungan dengan manusia, tidak lepas dari kepercayaan masyarakat di Maluku Utara. Konon menurut mitologi, ia adalah penjelmaan orang sakti di masa Kesultanan Tidore.
Kisahnya pun dijadikan cerita anak-anak dalam Namo Baikole: Antologi Cerita Rakyat Tidore oleh Kantor Bahasa Provinsi Maluku Utara tahun 2021.
Dikisahkan pemuda bernama Bai mendatangi sayembara yang diadakan oleh Kapita Mahasari, pemimpin di perkampungan besar Gonyili. Sayembara sang Kapita bertujuan agar bisa diberikan keturunan dari pernikahannya dengan istrinya yang bernama Gumira. Bagi yang berhasil, akan dijadikan sebagai pasukan dan diberikan tanah oleh Kapita.
Kemandulan ini terjadi karena Gumira mengalami kecacatan setelah menikah. Ia dikutuk oleh kalangan yang tidak menyukai pernikahan ini.
Singkat cerita, Bai ini berhasil mengusir kutukan itu. Wujud aslinya adalah berupa burung hitam dengan bagian putih di perutnya. Saat proses pengusiran kutukan itu, ia bertikai dengan enam siluman yang ternyata merupakan musuh bebuyutannya, dan menjadi bayang-bayang Gumira tidak punya anak.
Source | : | kemdikbud.go.id |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR