Madang Sugungga atau Lagu Istana Bawah Laut yang satir dan jenaka menceritakan eksploitasi seekor kelinci di kerajaan laut.
Dalam nada yang lebih serius, siklus Lagu Hungbo mengisahkan tentang perjuangan persaudaraan antara yang baik dan yang jahat.
Menariknya, Chokbyokga atau Lagu Tebing Merah adalah sebuah madang yang berasal dari cerita novel kekaisaran Tiongkok abad ke-14 tentang sejarah Kisah Tiga Negara, dikenal masayarakat Tiongkok sanguozhi yanyi.
Novel ini ditulis oleh Luo Guanzhong menggambarkan latar belakang sejarah pada zaman dinasti Han, disaat Tiongkok terpecah menjadi tiga negara dan saling bermusuhan.
Virginia Gorlinski seorang ahli etnomusikologi Asia mengatakan “Berbicara tentang fitur musik kekaisaran Korea yang tertanam pada pansori kaya akan melodi, irama, dan kualitas vokal.”
Melodi
Istilah cho secara umum mengacu pada kerangka melodi pertunjukan pansori. Sebagian besar repertoar pansori dimainkan dalam salah satu dari tiga mode melodi utama: kyemyonjo, ujo, atau pyongjo. Semua mode ini menggunakan tangga nada pentatonik misalnya, e-g-a-c-d-e dengan kontur yang khas. Setiap nada memiliki karakter yang unik karena dibawa dengan asosiasi emosional yang pada akhirnya membantu memperkuat narasi. Kyemyonjo memancarkan perasaan sedih, ujo menciptakan suasana kemegahan dan semangat, dan pyongjo mewujudkan rasa ketenangan.
Irama
Irama dalam pansori disebut changdan. Setiap changdan dibedakan berdasarkan jumlah dan pembagian ketukan, pola aksen, dan tempo. Beberapa changdan, misalnya, memproyeksikan suasana ratapan, sementara yang lain menggambarkan kesenangan, penderitaan, atau ketegangan. Munculnya tokoh-tokoh tertentu seperti makhluk mitos dalam alur cerita juga disertai dengan changdan yang spesifik.
Kualitas Vokal
Kisaran nada pansori biasanya mencakup sekitar dua setengah oktaf. Pada rentang bawah dan menengah, penyanyi menggunakan kualitas vokal serak yang disebut surisong, yang dihasilkan dengan menegangkan pita suara sambil mendorong diafragma ke atas.
Source | : | britannica.com,UNESCO |
Penulis | : | Cicilia Nony Ayuningsih Bratajaya |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR