Nationalgeographic.co.id—Perkembangan musik Kpop yang menyuguhkan penampilan dari boyband dan girlband dinilai mampu menarik perhatian berbagai kalangan.
Mengulik sejarah musik Korea maka akan kita temui aliran musik tradisional Pansori yang dibawakan seperti oleh seorang penyanyi dan penabuh genderang. Tradisi kekaisaran Korea ini, popular pada era dinasti Joseon.
Untuk dapat menguasai berbagai macam nada dengan vokal yang berbeda, penyanyi Pansori harus menjalani pelatihan yang ketat dan panjang. Selain itu penyanyi pansori juga harus menghafal perbendaharaan kata yang kompleks.
Pansori memiliki karakteristik musik nyanyian ekspresif dengan gerak tubuh, pengucapan unik, dan kaya akan perbendaharaan narasi layaknya storytelling.
Improvisasi narasi dengan menggabungkan budaya masyarakat kelas atas dan bawah sering dilakukan penyanyi pada pertunjukan yang bisa berlangsung hingga delapan jam ini.
Sejarah mencatat tepatnya pada abad ke-17 hingga akhir abad ke-19, pansori mendapat tempat di hati rakyat kekaisaran Korea.
Nyanyian epik kekaisaran Korea ini terdaftar dalam UNESCO sebagai Mahakarya Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia Pada 7 November 2003.
Kata “pan” memiliki arti ruang terbuka atau tempat orang banyak berkumpul dan “sori” memiliki arti nyanyian atau suara. Opera rakyat kekaisaran Korea ini biasanya dilakukan di pasar, alun-alun atau tempat terbuka.
Dengan kipas di tangan, seorang penyanyi pansori menggunakan kombinasi lagu (chang), narasi (sasol), dan isyarat dramatis (pallim) untuk bercerita. Sementara itu, penabuh drum memberikan irama yang sesuai untuk setiap lagu.
Sejumlah besar interaksi improvisasi terjadi antara penabuh drum dan vokalis sepanjang pertunjukan.
Mengutip Britannica, hanya lima dari dua belas siklus lagu asli pansori yang masih dipentaskan di abad ke-21. Siklus lagu atau madang membahas berbagai topik.
Siklus lagu Chunhyangga adalah kisah cinta antara pria bangsawan dengan wanita yang berasal dasi kelas bawah yang mana seorang kisaeng atau penghibur wanita. Sementara itu Lagu tentang Siklus Sim Chong adalah kisah tentang seorang wanita yang mengorbankan dirinya untuk membantu ayahnya yang buta mendapatkan kembali penglihatannya.
Source | : | britannica.com,UNESCO |
Penulis | : | Cicilia Nony Ayuningsih Bratajaya |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR