Nationalgeographic.co.id—Orang-orang mengenal patung Sphinx Agung Mesir di Giza sebagai peninggalan sejarah Mesir kuno yang kehilangan hidungnya. Ada berbagai teori yang menjelaskannya, salah satunya yang populer adalah hancur karena ledakan meriam Napoleon Bonaparte saat melawan Inggris.
Tidak hanya patung Sphinx Agung Mesir. Pelbagai patung peninggalan sejarah Mesir kuno diketahui kehilangan hidungnya. Contohnya, patung Akhenaten dan Nefertiti yang berada di Neues Museum Berlin, patung Amenhotep II firaun Dinasti ke-18 Mesir kuno, dan pendahlunya, Thuthmosis III.
Banyak ahli yang percaya bahwa hilangnya hidung pada berbagai patung disebabkan oleh erosi. Kondisi Mesir beriklim kering dan gurun menjadi alasannya. Kondisi ini menyebabkan berbagai masalah cuaca seperti angin kencang, pergeseran lumpur dan bukit pasir, hujan yang jarang ada, menjadi penyebab erosi.
Ditambah, patung-patung itu berada di ruang terbuka. Patung peninggalan sejarah Mesir kuno terbuat dari materi relatif halus seperti marmer dan batu. Inilah yang membuat sangat mungkin jika patung bisa terkena erosi, apalagi dalam waktu yang sangat lama.
Tidak sedikit yang skeptis dengan teori erosi ini. Mungkin benar, erosi menyebabkan banyak patung peninggalan Mesir kuno kehilangan anggota tubuhnya seperti lengan dan kakinya. Namun, hidung seperti pada Sphinx Agung sangat tebal. Seharusnya, masih ada bagian hidung yang tersisa padanya.
Maka kita beralih pada dugaan bahwa patung-patung dalam sejarah Mesir kuno hilang karena gangguan manusia. Theodoros Karasavvas, alumni pascasarjana Sejarah Hukum University of Pisa di Ancient Origins menyebut, vandalisme dilakukan sebagai bentuk merendahkan dan melemahkan kuasa peradaban sebelumnya.
"Tercatat bahwa dinasti-dinasti Mesir selanjutnya sering merusak patung raja masa lalu untuk menghapus atau mengurangi warisan mereka," terang Karasavvas. Penghilangan hidung bisa berarti membuat wajah dari suatu peninggalan jadi cacat dan melecehkan simbol.
Sejarah Mesir kuno membentuk peradaban di mana seni digunakan sebagai representasi realitas. "Dengan kata lain, gambar memiliki kemampuan untuk mengandung esensi manusia atau dewa atau memberikan perlindungan dan bantuan di akhirat," lanjutnya.
Perusakan peninggalan sejarah Mesir kuno tampaknya juga berlangsung ketika hilangnya kuasa dari kerajaannya. Ketika Kristen tersebar di seluruh tempat kekuasaan Kekaisaran Romawi, yang salah satunya adalah Mesir, perusakan patung dewa-dewi Mesir kuno dilakukan. Tujuannya adalah mencegah patung-patung disembah dan menghancurkan sisa-sisa kekuatan mereka.
"Hidung adalah target yang jelas untuk kampanye penghancuran semacam itu, memberikan refleksi yang jelas dan terlihat dari kemenangan tatanan dunia baru," jelas Karasavvas.
Source | : | Ancient Origins |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR