Pada masa kekuasaan kerajaan-kerajaan Islam pun sempat terjadi. Sphinx Agung Mesir, misalnya, menurut versi lain hidungnya hilang karena dirusak seorang Muslim Sufi bernama Sa'id al-Su'ada pada abad ke-14. Pengerusakan dilakukan karena petani setempat memberikan persembahan kepada Sphinx Agung.
Teori lainnya
Selain vandalisme untuk merendahkan, Karasavvas menyebutkan ada teori lain yang cenderung lemah. Berbagai ahli memperkirakan hilangnya hidung pada patung adalah upaya menutupi bahwa kebudayaan Mesir kuno adalah berakar dari budaya Afrika.
Teori ini disebut sebagai upaya yang rasialis dari orang-orang di masa lalu terhadap Mesir, dengan meniadakan hidungnya yang menyerupai orang Afrika.
Seorang seniman dan arkeolog Prancis Vivant Denon pada tahun 1798 ia melihat Sphinx Agung Mesir. Dia melihat fitur wajah dari monumen itu berasal dari kebudayaan Afrika. "Meskipun proporsinya sangat besar, garis luarnya murni dan anggun; ekspresi kepala lembut, anggun, dan tenang; karakternya orang Afrika," tulis Denon yang dikutip Karasavvas.
Kelemahan teori ini terletak pada kasus yang sama pada patung-patung peradaban lain seperti Yunani dan Kekaisaran Romawi. Di antara patung dari kebudayaan kulit putih itu juga kehilangan hidung, seperti nasib patung dalam sejarah Mesir kuno. Maka, rasialisme bukanlah alasan yang tepat.
Source | : | Ancient Origins |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR