Publikasi tentang karamnya Kapal Van Imhoff mulai merebak di Jerman. Pada tahun 1964, Herman Wigbold, pemimpin redaksi kolom urusan terkini Vara, Achter het Nieuws, menempatkan kliping bahasa Jerman di meja karyawan lepasnya, Dick Verkijk.
Verkijk kemudian memvisualisasikan sejarah kelam itu, menjadi sebuah film dokumenter yang ditampilkan di TV. Filmnya berdurasi sekitar 25 menit dari materi yang telah genap terkumpul.
Namun, penyiaran dilarang pada 19 Januari 1965: bukan oleh pemerintah, melainkan oleh pimpinan Vara dalam diri sekretaris televisi, Jan Willem Rengelink. Dia mengambil langkah itu setelah panggilan telepon dari ketua Vara (dan anggota parlemen PvdA) Jaap Burger.
Setelah setahun, Wigbold mencoba lagi. Wigbold mempersingkat film dokumenter Verkijk (yang tidak lagi bekerja untuk de Vara) dari 25 menit menjadi 11 menit. Namun, lagi-lagi dia menemui larangan penyiaran.
Pada akhir tahun 1965 dan awal tahun 1966, pelarangan ini mendorong majalah mingguan Jerman, Der Spiegel, mencurahkan dua artikel padat untuk membahas topik tentang pelarangan hak siar film dokumenter Van Imhoff.
Akibatnya, ketua partai Henk Lankhorst dari Partai Pasifis-Sosialis (PSP) dua kali mengajukan pertanyaan tentang drama Van Imhoff. Berkat banyaknya desakan dari tokoh nasionalis dan akademisi, film dokumenter sejarah kelam Van Imhoff kembali dibuat.
Alhasil, pada akhir tahun 2017, penyiar televisi menyiarkan film dokumenter yang luar biasa tentang drama Van Imhoff melalui tiga bagian.
Lebih-lebih, pada April 2018, film dokumenter itu dianugerahi penghargaan untuk jurnalisme terbaik dalam kategori latar belakang sejarah. Film itu berhasil mengungkap sebuah sejarah kelam yang terjadi di Hindia Belanda, persisnya di perairan Sumatra.
Source | : | Historiek |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR