Kawahara Asako adalah salah satu dari beberapa wanita Aizu yang bertekad untuk mempertahankan kastil dari para penjajah. Para Wanita Aizu disebutkan telah mendapatkan pelatihan intens dalam menghadapi peperangan.
Diana E. Wright, seorang Profesor Sejarah di Western Washington University, Washington, menunjukkan bahwa mereka menerima pelatihan tempur yang ekstensif dan dididik untuk menjadi "sama terampilnya dalam menggunakan pena dan pedang."
Para pejuang ini berdiri dalam tradisi panjang wanita di Kekaisaran Jepang yang ikut berperang bersama rekan-rekan pria. Mereka mengabadikan diri mereka sebagai Onna-Bugeisha, yang secara harfiah berarti "ahli bela diri wanita".
Pejuang Wanita Kekaisaran Jepang
“Permaisuri Jingu, yang dikatakan memerintah antara tahun 201 dan 269 Masehi, adalah salah satu pejuang wanita paling awal di negara itu,” sebut Christin.
Menurut legenda, Jingu memimpin invasi ke semenanjung Korea saat mengandung calon Kaisar Ojin. Hampir seribu tahun kemudian, Tomoe Gozen, yang boleh jadi merupakan Onna-Bugeisha paling terkenal dalam sejarah, bertempur dalam Perang Genpei (1180-1185), dan menjadi komandan utama dalam beberapa pertempuran.
Sebagai seorang pejuang yang tangguh, Gozen memimpin 300 samurai wanita dalam pertempuran melawan 2.000 musuh dan menjadi salah satu dari lima prajurit yang selamat.
Kisah epik Heike, salah satu teks penting dalam literatur Kekaisaran Jepang, menggambarkan Tomoe Gozen sebagai:
“Penunggang kuda yang tak kenal takut yang tidak dapat digoyahkan oleh kuda yang paling ganas maupun tanah yang paling kasar, dan begitu cekatannya ia menggunakan pedang dan busur sehingga ia adalah tandingan bagi seribu prajurit, dan cocok untuk bertemu dengan dewa maupun iblis.”
Onna-Bugeisha Aizu Kekaisaran Jepang
Faktanya, sebagian besar wanita kelas samurai tidak turut serta dalam pertempuran. Meskipun menerima pelatihan bak prajurit, hal tersebut ditujukan untuk ketahanan dan kedisiplinan di ranah domestik.
Fakta di atas adalah pengecualian bagi wanita Aizu. Mereka dibekali kemampuan bela diri karena sering terlibat dalam operasi militer.
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR