Nationalgeographic.co.id—Dalam mitologi Jepang, kitsune atau rubah sering digambarkan sebagai roh dengan kekuatan pengubah bentuk.
Kitsune adalah rubah yang memiliki kemampuan paranormal yang meningkat seiring bertambahnya usia dan kebijaksanaan. Dalam cerita rakyat Jepang, semua rubah memiliki kemampuan untuk berubah bentuk menjadi manusia.
Beberapa cerita rakyat mengisahkan tentang rubah berekor sembilan yang kerap menipu manusia. Namun cerita lain di mitologi Jepang menggambarkan mereka sebagai penjaga, teman, dan kekasih yang setia.
Pandangan masyarakat Jepang terhadap rubah berekor sembilan ini berubah-ubah dari waktu ke waktu. Misalnya di era Jepang kuno, rubah dan manusia hidup berdampingan. Konon, Kitsune merupakan pembawa pesan Inari, salah satu dewa Shinto. Peran ini telah memperkuat makna supranatural rubah.
Semakin banyak ekor yang dimiliki kitsune, semakin bijaksana, dan semakin kuat kitsune tersebut. Karena kekuatan dan pengaruh rubah ini, maka orang Jepang mulai memberikan persembahan padanya di masa itu.
Lain halnya dengan masa Edo. Di zaman itu, rubah dipandang sebagai hewan yang berkaitan dengan sihir dan tidak bisa dipercaya.
Kisah Tamamo no Mae dalam mitologi Jepang
Makhluk yang paling terkenal adalah Tamamo no Mae. Ia berwujud wanita cantik yang merayu kaisar. “Tamamo no Mae menjadi gundik Kaisar Jepang di pertengahan abad ke-12,” tulis Fred Cherrygarden di laman Atlas Obscura.
Dalam mitologi Jepang, legenda menyebutkan bahwa identitas asli Tamamo no Mae adalah rubah berekor sembilan. Ia dipercaya setidaknya berusia lebih dari 2.000 tahun pada saat itu.
Tamamo no Mae telah merayu beberapa bangsawan dan raja sebelumnya. Tindakannya itu tentu saja mengakibatkan runtuhnya Dinasti Shang. Bahkan kematian 1.000 orang di kerajaan India kuno yang disebut Magadha pun dipercaya merupakan ulah sang rubah.
Setelah onmyoji mengungkapkan identitasnya, Tamamo no Mae dikejar dan diburu oleh pasukan besar. “Ia akhirnya dikalahkan di dataran Nasu oleh samurai heroik Kazusa no suke Hirotsune,” Fred menambahkan.
Source | : | Atlas Obscura |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR