Tamamo no Mae berubah menjadi batu
Tapi cerita Tamamo no Mae, si rubah berekor sembilan di mitologi Jepang, tidak berakhir di situ. Dikatakan bahwa tubuh Tamamo no Mae berubah menjadi “batu pembunuh” atau Sesshoseki. Batu itu memiliki kekuatan yang merenggut nyawa semua orang yang mendekatinya, baik manusia maupun hewan.
Ditakuti oleh penduduk setempat, banyak biksu Buddha mengunjungi Sesshoseki untuk menenangkan kehadiran rubah yang penuh dendam. Namun semuanya tewas. Akhirnya pada tahun 1385, seorang pendeta bernama Genno memukul batu itu, menghancurkannya, menyebarkan potongannya ke seluruh Jepang.
Beberapa batu telah diberi nama Sesshoseki sejak saat itu, namun tentu saja yang dapat ditemukan di Nasu adalah yang asli. Sampai hari ini, orang-orang masih dilarang untuk mendekati batu itu. Apakah kisah rubah berekor sembilan dalam mitologi Jepang itu benar-benar nyata?
Kisah pendeta Genno yang memukul batu yang menyimpan roh rubah berekor sembilan
Suatu hari, seorang pendeta tinggi bernama Genno sedang melakukan perjalanan melalui Provinsi Shimotsuke. Saat itu, dia melihat pemandangan yang aneh. Burung-burung di udara jatuh dan mati setiap kali mereka melewati sebuah batu besar di dataran Nasuno. Di dasar batu ada tumpukan burung mati.
Genno bertanya-tanya apa yang menyebabkan fenomena seperti itu. Tidak lama kemudian, seorang wanita lokal muncul di dekat pendeta. Sang pendeta pun mengajukan pertanyaan tentang batu itu.
Wanita itu menjelaskan bahwa Sesshoeki dihantui oleh roh Tamamo no Mae. Dia menceritakan kisah siluman rubah dan kemudian menghilang. Genno menyadari bahwa wanita itu adalah hantu kitsune yang terkenal.
Genno kemudian melakukan upacara peringatan di atas batu dan tiba-tiba roh Tamamo no Mae muncul kembali. Sang rubah mengakui semua dosanya, kembali ribuan tahun ke India dan Tiongkok.
Setelah mendengar kata-kata murni Genno dan ajaran Buddha, Tamamo no Mae menyesali semua kejahatannya. Ia bersumpah tidak akan pernah melakukan kesalahan lagi, lalu menghilang. Rohnya, diusir dari batu, tidak pernah menyakiti siapa pun lagi.
Genno—yang namanya berarti palu—memukul batu dan pecah berkeping-keping. Potongan-potongan itu terbang ke seluruh Jepang. Pecahan-pecahan batu itu dipercaya masih ada hingga kini.
Dasar batu masih berdiri di Nasu, Tochigi. Potongan lainnya terbang ke Okayama, Niigata, Hiroshima, dan Oita dimana mereka diabadikan. Fragmen yang lebih kecil mendarat di Fukui, Gifu, Nagano, Gunma, dan bagian Shikoku saat ini. Di tempat-tempat itu, potongan batu tersebut diambil dan digunakan sebagai jimat magis untuk melakukan mantra atau kutukan.
Daerah Nasu Hot Spring terkenal dengan kondisi vulkaniknya, terus-menerus menghasilkan gas beracun, seperti hidrogen sulfida dan sulfur dioksida. Ini mungkin menjadi asal usul mitos Batu Pembunuh dalam mitologi Jepang.
Di dekatnya, ada sebuah kuil yang didedikasikan untuk rubah berekor sembilan. Ini merupakan bagian dari upaya penduduk setempat untuk menenangkan roh Tamamo no Mae yang cantik namun mematikan.
Pada 5 Maret 2022, Sesshoseki terbelah menjadi dua, tampaknya karena sebab alami. Beberapa percaya bahwa ini mungkin berarti roh Tamamo no Mae telah lolos dari penjaranya dan kembali menebarkan teror.
Source | : | Atlas Obscura |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR