Tren minum teh menciptakan budaya penggunaan cangkir teh atau teapot berbahan porselen yang mewah. Dalam perjalanannya, pamer kekayaan yang mencolok dianggap tidak sopan, maka penggunaan teapot yang sederhana namun mahal adalah satu-satunya cara menunjukkan kemakmuran seseorang.
Pada waktu yang hampir bersamaan sejarah teh dikembangkan dengan mengilhami spiritualitas Zen. Pertemuan minum teh diadakan di tempat tuan rumah yang menyajikan teh kepada para tamu sehingga memungkinan keintiman yang lebih dalam. Dari pertemuan inilah upacara minum teh berasal.
Menelisik sejarah teh di Kekaisaran Jepang menjadi salah satu aspek yang paling menarik di era samurai. Dimana mereka yang suka berperang terus menerus, di sisi lain menghadirkan keindahan dan kesederhanaan seni nan lembut dari upacara minum teh.
Kastil Inuyama yang saat ini menjadi salah satu Pusaka Nasional Jepang pernah menjadi rumah bagi panglima perang yang disegani yaitu Oda Nobunaga. Jo-an chashitsu atau Kedai Teh Joan di Inuyama dirancang oleh Oda Urakusai, adik dari Nobunaga. Pertama kali dibangun pada tahun 1618. Urakusai adalah penggemar upacara minum teh sesaat setelah meninggalkan masa lalunya yang penuh dengan kekerasan era samurai.
Urakusai menjadi murid Sen no Rikyu, guru upacara minum teh paling terkenal di Jepang. Rikyu menjadi kepala upacara minum teh panglima besar Oda Nobunaga, namun setelah kematian Nobunaga, ia menjadi kepala upacara minum teh untuk Toyotomi Hideyoshi.
Desain kedai teh dirancang sesuai dengan aturan ritual yang ketat berdasarkan estetika upacara minum teh di Jepang. Jo-an chashitsu menjadi mahakarya arsitektur kedai teh terbaik di Jepang. Dianggap banyak orang, bangunan ini menampilkan keanggunan, kesederhanaan dan klasik. Pada tahun 1936, tercatat dalam sejarah sebagai Pusaka Nasional Jepang.
Sen no Rikyu (1522-1591) adalah seorang figur ahli cara minum teh atau chanoyu Kekaisaran Jepang. Rikyu adalah orang pertama yang memberikan aspek penting dari upacara minum teh.
Rikyu belajar teh pertama kali pada Kitamuki Dochin di kota Sakai pada usia sembilan belas tahun. Rikyu adalah orang pertama yang menerapkan estetika wabi-sabi pada upacara minum teh. Estetika wabi-sabi berlandaskan filosofi Zen yang dibawa ke Jepang oleh biksu Zen, Eisai pada abad ke-12.
Pengertian yang paling sederhana dari wabi-sabi adalah sebuah kesenian dan filosofi Jepang yang digunakan untuk mencari keindahaan dalam ketidaksempurnaan. Kegiatan minum teh menjadi salah satu element paling penting dalam wabi-sabi.
Sesuai dengan representasi warisan budaya Kekaisaran Jepang yang menawan, Taman Urakuen dirancang mempertimbangkan estetika upacara minum teh. Taman Urakuen dinamai sesuai namanya sendiri Urakusai. Seperti kedai teh yang dibuatnya, Urakuen juga dijiwai dengan keindahaan dalam kesederhanaan.
Penulis | : | Cicilia Nony Ayuningsih Bratajaya |
Editor | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
KOMENTAR