Nationalgeographic.co.id—Sejarah Perang Salib keempat sebenarnya telah berakhir setelah terjadinya penjarahan Konstantinopel oleh Pasukan Salib. Kekaisaran Bizantium runtuh dan wilayahnya dibagi-bagi oleh Venesia dan sekutunya.
Kekaisaran Bizantium telah kehilangan semua hartanya. Gereja-gereja ortodoks dirusak dan demikian Paus dengan Gereja Katolik Roma telah mencapai supremasinya atas dunia kristen.
Pasukan Salib mungkin telah puas atas pencapaian tersebut. Mereka telah mendapatkan harta dunia dan beberapa relik agama yang dibawa kembali ke barat.
Meskipun demikian, ternyata masih ada pasukan kecil yang melakukan penyerbuan minor ke tanah suci Yerusalem.
Menurut Wolrd History Encyclopedia, sejarah Perang Salib Keempat berakhir dengan perang antara Kristen Katolik Barat dan Kristen Ortodoks Timur.
Padahal awalnya, tujuan mereka adalah ingin merebut kembali Tanah Suci Yerusalem dari peradaban Islam.
Setelah penjarahan akhirnya berakhir, perjanjian Partitio Romaniae, yang telah diputuskan sebelumnya, membagi Kekaisaran Bizantium untuk Venesia dan sekutunya.
Orang Venesia merebut tiga per delapan Konstantinopel, Pulau Ionia, Kreta, Euboea, Andros, Naxos, dan beberapa titik strategis di sepanjang pantai Laut Marmara. Dengan demikian, kendali Venesia atas perdagangan Mediterania sekarang hampir total.
Pada 9 Mei 1204 M, Pangeran Baldwin dari Flanders diangkat menjadi Kaisar Latin Konstantinopel pertama.
Pangeran Baldwin dimahkotai di Hagia Sophia, tapi hanya memerintah 1 tahun dari tahun 1204 hingga 1205 M). Ia menerima lima per delapan Konstantinopel dan seperempat Kekaisaran termasuk Trakia, barat laut Asia Kecil, dan beberapa pulau Aegean.
Bonifasius dari Montferrat mengambil alih Tesalonika dan membentuk kerajaan baru di sana, termasuk Athena dan Makedonia.
Sementara itu, William I Champlitte dan Geoffrey I Villehardouin mendirikan kerajaan Latin di Peloponnese. Sedangkan Duke Prancis Othon de la Roche merebut Attica dan Boeotia.
Source | : | World History Encyclopedia |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR