Pengerahan pasukan
Untuk pertama kalinya menjelang Perang Salib Kelima, khotbah tentang Perang Salib dihimpun berdasarkan wilayah geografis. Hal ini pada dasarnya sebagai metode perekrutan tentara rakyat dalam Perang Salib.
Khotbah para pendeta menjadi pedoman untuk dewan provinsi dan delegasi mereka. Berisi tentang bagaimana membujuk orang dan siapa yang harus dibujuk.
Bahkan ada manual model khotbah yang dirancang untuk membangkitkan semangat dan antusiasme yang terbaik untuk tujuan tersebut.
Bangsawan dan kesatria dengan keterampilan dan fasilitas untuk melakukan perjalanan dan berperang menjadi sasaran yang lebih intensif.
Dengan demikian gerakan populer tidak resmi—seperti yang disebut Perang Salib Anak pada tahun 1212 M yang melibatkan petani dan anak-anak—dapat dihindari.
Paus Innosensius III secara teoretis memperluas seruan untuk semua laki-laki kecuali para biarawan. Akan tetapi, mereka yang tidak memiliki keterampilan militer sangat dianjurkan atau dipaksa untuk terlibat.
Sementara untuk mereka yang tidak dapat berperang, harus memberikan harta untuk membiayai Pasukan Salib sebagai ganti diri mereka.
Paus menjanjikan, mereka yang membayar tetapi tidak melakukan perjalanan masih akan menerima manfaat pengampunan dosa-dosa mereka.
Selain itu, seperti kebijakan kepausan yang khas sekarang, pajak (seperdua puluh pendapatan selama periode tiga tahun) dikenakan pada pendeta untuk membantu membayar Perang Salib.
Motivasi lainnya adalah petualangan, keuntungan finansial dari rampasan perang, dan peningkatan status sosial dengan memperoleh kehormatan dan gelar baru.
Kampanye perekrutan sangat sukses, terutama di Jerman, Inggris, Italia, Hungaria, dan negara kecil lainnya.
Paus Innosensius III meninggal pada tanggal 16 Juli 1216 M sebelum dia memiliki kesempatan untuk melihat Perang Salibnya dimulai. Akan tetapi, penggantinya yang bernama Paus Honorius III (memerintah 1216-1227 M), tidak berniat menghentikan penyerbuan tersebut.
Source | : | World History Encyclopedia |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR