Nationalgeographic.co.id—Samurai Kekaisaran Jepang adalah pejuang legendaris dan mungkin kelas orang paling terkenal di Jepang kuno. Mereka adalah pejuang mulia yang melawan kejahatan dengan pedang dan baju besi yang menakutkan.
Mereka mengikuti kode moral ketat yang mengatur seluruh hidup mereka. Istilah samurai awalnya digunakan untuk menunjukkan prajurit aristokrat (bushi), namun istilah ini berlaku untuk semua anggota kelas prajurit yang naik ke tampuk kekuasaan pada abad ke-12 dan mendominasi pemerintah Jepang hingga Restorasi Meiji pada tahun 1868.
Samurai telah dipandang sebagai representasi budaya dari estetika Jepang dan nilai-nilai sosial. Pada kenyataannya, ada lebih banyak hal tentang Samurai. Satu hal yang menarik, samurai juga berkaitan dengan fenomena praktik homoseksual. Seperti apa? Berikut faktanya.
Samurai Wanita Kekaisaran Jepang
Samurai adalah istilah yang sangat maskulin, namun bukan hanya untuk pria samurai juga menampilkan wanita yang menerima pelatihan serupa dalam seni bela diri dan strategi.
Para wanita pemberani ini disebut Onna-Bugeisha, dan mereka dikenal berpartisipasi dalam perkelahian bersama rekan pria. Mereka membawa naginata, sebuah tombak dengan bilah melengkung seperti pedang yang serbaguna, namun relatif ringan.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa wanita Jepang lebih sering berpartisipasi dalam pertempuran daripada yang ditunjukkan oleh buku-buku sejarah.
Ketika sisa-sisa dari situs Pertempuran Senbon Matsubaru pada tahun 1580 diuji DNA, 35 dari 105 mayat adalah perempuan. Penelitian di situs lain telah menghasilkan hasil yang serupa.
Tidak banyak orang yang tahu bahwa samurai sangat berpikiran terbuka dalam hal hubungan seksual. Sama seperti Spartan Yunani, budaya prajurit lainnya, samurai tidak hanya menerima kehadiran hubungan sesama jenis dalam budaya mereka, namun mereka secara aktif mendorongnya.
Hubungan ini umumnya terbentuk antara samurai berpengalaman dan pemuda pria yang dia latih (sekali lagi, sangat mirip dengan Spartan). Praktik itu dikenal sebagai wakashudo.
Faktanya, wakashudo adalah hal yang biasa sehingga seorang daimyo mungkin akan menghadapi beberapa pertanyaan yang memalukan jika dia tidak terlibat di dalamnya.
Samurai Barat
Banyak dari Anda mungkin pernah melihat film The Last Samurai yang menampilkan Tom Cruise sebagai seorang samurai. Memang benar bahwa dalam keadaan khusus, seseorang di luar Jepang bisa bertarung bersama samurai, dan bahkan menjadi samurai itu sendiri.
Kehormatan khusus ini (termasuk senjata samurai dan nama baru Jepang) hanya dapat diberikan oleh pemimpin yang kuat, seperti daimyo (penguasa teritorial) atau shogun (panglima perang) sendiri.
Sejarah mengenal empat orang Barat yang dianugerahi martabat samurai: petualang William Adams, rekannya Jan Joosten van Lodensteijn, perwira Angkatan Laut Eugene Collache, dan pedagang senjata Edward Schnell. Dari keempatnya, Adams adalah yang pertama dan paling berpengaruh: dia menjabat sebagai panji dan penasihat Shogun sendiri.
Baju Besi
Hal yang paling aneh tentang samurai mungkin adalah baju zirah mereka yang tampak aneh dan berornamen. Namun, tidak ada bagian yang dirancang sedemikian rupa tanpa alasan.
Baju besi samurai Kekaisaran Jepang, tidak seperti baju besi yang dikenakan oleh ksatria Eropa, selalu dirancang untuk mobilitas. Armor itu terbuat dari pelat yang dipernis dari kulit atau logam, diikat dengan rapi oleh tali sutra atau kulit. Lengannya dilindungi oleh pelindung bahu persegi panjang yang besar dan lengan lapis baja yang ringan.
Tangan kanan sering dibiarkan tanpa lengan untuk memungkinkan gerakan maksimal. Baju zirah yang bagus harus kuat dan kokoh, namun cukup fleksibel untuk memungkinkan pergerakan bebas pemakainya di medan perang.
Bagian baju zirah yang paling aneh dan berbelit-belit adalah helm Kabuto. Mangkuknya terbuat dari pelat logam terpaku, sedangkan wajah dan alisnya dilindungi oleh sepotong baju besi yang diikatkan di belakang kepala dan di bawah helm.
Fitur helm yang paling terkenal adalah pelindung lehernya yang mirip Darth Vader (desain Darth Vader sebenarnya dipengaruhi oleh helm samurai).
Banyak helm juga menampilkan ornamen dan potongan yang dapat dipasang, termasuk topeng mengu setan berkumis yang melindungi wajah dan menakuti musuh. Topi kulit yang dikenakan di bawah helm memberikan bantalan yang sangat dibutuhkan.
Meskipun baju besi samurai mengalami perubahan signifikan dari waktu ke waktu, tampilan keseluruhannya selalu cukup konsisten untuk mata yang tidak terlatih.
Pendidikan
Sebagai bangsawan penting di zaman mereka, anggota kelas samurai Kekaisaran Jepang sangat berpendidikan dan berpengetahuan luas. Pada saat sangat sedikit orang Eropa yang bisa membaca, tingkat literasi samurai sangat tinggi.
Bushido menyebut bahwa seorang samurai berusaha memperbaiki dirinya dalam banyak cara, termasuk yang tidak terkait dengan pertempuran. Inilah mengapa kelas samurai berpartisipasi dalam sejumlah usaha seni dan budaya.
Puisi, taman batu, lukisan tinta monokrom, dan upacara minum teh merupakan aspek umum dari budaya samurai.
Mereka juga mempelajari mata pelajaran seperti kaligrafi, sastra, dan merangkai bunga. Demikian pula, samurai wanita berjuang untuk menjadi ibu rumah tangga, seniman, dan pejuang yang hebat.
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR