Nationalgeographic.co.id—Film “Oppenheimer” besutan Christopher Nolan, telah tayang di bioskop pada 21 Juli kemarin. Kemunculan film tersebut, membuat nama Oppenheimer kembali diperbincangkan oleh publik di seluruh dunia.
Sejak berakhirnya Perang Dunia II, para sejarawan dan seniman telah terpesona oleh J. Robert Oppenheimer. Berbagai film dokumenter, novel, film layar lebar, serta karya lainya, telah mengeksplorasi kehidupan maupun warisan fisikawan yang brilian dan misterius ini.
Oppenheimer, memang memiliki berbagai kisah yang menarik. Salah satu yang menarik ialah ketika ia dipercaya untuk menjadi salah satu pemimpin proyek senjata atom ini, namun disisi lain menjadi orang yang dicurigai.
Sebuah Proyek Rahasia
Semuanya dimulai pada tahun 1939, ketika beberapa ilmuwan terkemuka, termasuk Albert Einstein, mengungkapkan kekhawatiran bahwa Nazi Jerman mungkin sedang mengembangkan senjata atom.
Buntut dari kecurigaan itu, pemerintah Amerika Serikat membentuk sebuah proyek yang sangat rahasia untuk mengejar pengembangan senjata atom mereka sendiri.
Penelitian awal dilakukan di Universitas Columbia di New York City dengan memberi nama sandi "Proyek Manhattan" pada misi tersebut.
Menyitir Neil Kagan bersama rekannya Stephen Hyslop, pada laman National Geographic, bahwa untuk memastikan kerahasiaan yang sangat tinggi, “Proyek Manhattan dibagi menjadi beberapa lokasi terpencil di seluruh Amerika Serikat.”
Pada akhirnya, lebih dari 130.000 orang terlibat dalam penelitian ini. Proyek ini tidak dilakukan di satu tempat saja, melainkan ada tiga lokasi utama yang masing-masing memiliki fasilitas berbeda.
Lokasi satu ada di Oak Ridge, Tennessee, yang berfokus pada pengayaan uranium. Kemudian di Hanford, Washington, tempat dibangunnya fasilitas produksi plutonium. Dan terakhir Los Alamos, New Mexico, tempat berlangsungnya sebagian besar penelitian dan desain senjata.
“Hanya beberapa orang terpilih yang mengetahui ruang lingkup dan tujuan penuh dari pekerjaan mereka,” jelas Kagan. Hal ini dilakukan semata-mata “untuk menjaga kerahasiaan proyek ini.”
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR