Nationalgeographic.co.id—Konsep surga dan neraka dalam mitologi Yunani tentu saja berbeda dalam banyak hal dengan apa yang ada di agama samawi.
Namun demikian, dalam aspek lain konsep tersebut sangat mencerminkan kengerian dan kenikmatan seperti yang saat ini dipahami.
Seperti konsep agama samawi tentang surga dan neraka, terdapat entitas yang terikat dengan dua tempat setelah kehidupan itu. Akan tetapi, dalam mitologi Yunani hal itu hanya berlaku untuk tempat yang seperti neraka.
Neraka digambarkan sebagai dunia bawah tanah dalam mitologi Yunani. Dunia bawah tanah Yunani memiliki penguasa yang terkait erat dengan wilayah tersebut, yaitu entitas yaang bernama Dewa Hades sebagai penguasanya.
Akan tetapi, konsep mitologi Yunani tentang Surga sangat aneh. Tidak ada dewa atau dewi yang mempersonifikasikan alam dengan penuh kenikmatan itu. Elysium juga disampaikan berbeda-beda dalam setiap karya Homer.
Homer adalah penyair epik kuno yang dianggap sebagai penulis terkenal dari dua karya epik utama, yaitu "Iliad" dan "Odyssey" dalam Yunani kuno.
Tempat yang mirip dengan deskripsi surga dalam mitologi Yunani disebut Elysium. Penguasa Elysium juga disebutkan berbeda-beda dalam setiap Homer dalam sejarah Yunani.
Pindar dan Hesiod menyebut Cronus sebagai penguasa Elysium. Sedangkan penyair Homer dalam Odyssey-nya menggambarkan Rhadamanthus yang berambut pirang sebagai entitas yang tinggal di sana.
Elysium, atau Ladang Elysian (Yunani Kuno: Ἠλύσιον πεδίον, Ēlýsion pedíon) adalah konsep dunia setelah kematian yang mirip dengan surga.
Tempat itu awalnya terpisah dari dunia bawah Yunani dan alam Hades, dan hanya manusia yang memiliki hubungan dengan para dewa dan pahlawan lainnya yang dapat diterima di Elysium.
Belakangan, dalam versi yang lebih mirip dengan kepercayaan agama samawi di kemudian hari, konsepsi tentang siapa yang dapat memasuki alam surga diperluas.
Orang-orang yang bisa masuk Elysium mencakup orang-orang pilihan para dewa, serta orang-orang religius dan orang-orang yang heroik.
Mereka akan tetap menikmati Ladang Elysian setelah kematian untuk menjalani kehidupan yang diberkati. Mereka akan bahagia serta menikmati pekerjaan apa pun yang mereka nikmati selama hidup, menurut sistem kepercayaan mitologi Yunani.
Hades adalah Dewa Kematian dan Raja Dunia Bawah
Hades (ᾍδης Hádēs; Ἅιδης Háidēs), dalam mitologi Yunani kuno, adalah dewa kematian dan raja dunia bawah. Hades adalah cucu Uranus, dewa langit, dan Gaia, dewi bumi.
Ia adalah putra tertua Cronus dan Rhea meskipun ia adalah putra terakhir yang dimuntahkan oleh ayahnya. Dia dan saudara laki-lakinya, Zeus dan Poseidon dan mengklaim kekuasaan atas kosmos.
Mungkin karena takut menyebutkan namanya, sekitar abad ke-5 SM, orang-orang Yunani mulai menyebut Hades sebagai Plouton.
Akar kata Plouton berarti “kaya”, mengingat bahwa dari tempat tinggal di bawah (yaitu, tanah) datanglah kekayaan (misalnya, tanaman subur, logam, dan sebagainya).
Hades, sebagai dewa kematian, adalah sosok yang menakutkan bagi mereka yang masih hidup.
Orang-orang Yunani kuno tidak ingin terburu-buru menemuinya, mereka enggan bersumpah atas namanya dan memalingkan wajah ketika berkorban kepadanya.
Karena bagi banyak orang, mengucapkan kata “Hades” saja sudah menakutkan, maka eufemisme pun terpaksa digunakan.
Ditakuti dan dibenci, Hades melambangkan kematian yang tak terhindarkan.
“Mengapa kita membenci Hades lebih dari dewa mana pun, jika bukan karena dia begitu keras kepala dan pantang menyerah?”
Pertanyaan retoris ini adalah pertanyaan Agamemnon dalam Homer Iliad.
Sebagai hak kesulungannya, Hades menerima dunia bawah, Zeus sang langit, dan Poseidon sang laut.
Namun, bumi, yang telah lama menjadi provinsi Gaia, terbuka bagi ketiga dewa secara bersamaan untuk tindakan apa pun yang ingin mereka lakukan.
Hades sering juga digambarkan bersama anjing penjaga berkepala tiga, Cerberus. Namun, Hades bukanlah dewa yang jahat, karena meskipun ia tegas, kejam, dan tidak kenal belas kasihan, ia dipandang sebagai dewa yang adil.
Hades menguasai Dunia Bawah dan karena itu paling sering dikaitkan dengan kematian dan ditakuti oleh manusia, meski Hades bukanlah Kematian itu sendiri.
Kematian sebenarnya dipersonifikasi oleh Thanatos, putra Nyx dan Erebus.
Elysium adalah surga di mitologi Yunani
Menurut Homer, ladang Elysian terletak di tepi barat bumi di tepi sungai Okeanos. Pada zaman penyair Yunani Hesiod, Elysium juga dikenal sebagai “Kepulauan Keberuntungan,” atau “Kepulauan yang Diberkati,” yang terletak di samudra barat di ujung bumi.
Kepulauan Yang Diberkati akan direduksi menjadi satu pulau oleh penyair yang berasal dari Thebes, Pindar. Ia menggambarkan pulau tersebut memiliki taman yang rindang, dengan penduduk yang melakukan aktivitas atletik dan musik.
Dalam Odyssey karya Homer, Elysium digambarkan sebagai “surga”. Elysium dideskripsikan sebagai tempat yang penuh kenikmatan.
“Di dataran Elysian, di mana kehidupan paling mudah bagi laki-laki. Tidak ada salju di sana, tidak ada badai besar, tidak pernah ada hujan, namun Samudera selalu mengirimkan hembusan Angin Barat yang berhembus kencang sehingga dapat memberikan kesejukan bagi manusia.”
Menurut Eustathius dari Tesalonika, kata “Elysium" berasal dari kata yang artinya "sangat tergugah karena kegembiraan" atau dari kata yang artinya sinonim dari (tidak dapat binasa), mengacu pada kehidupan jiwa-jiwa di tempat ini.
Penyair Yunani Hesiod merujuk pada “Pulau-Pulau yang Terberkati” dalam puisi didaktiknya “Works and Days”.
“Dan mereka hidup tak tersentuh oleh kesedihan di pulau-pulau yang diberkati di sepanjang pantai Samudera yang berputar-putar."
"Pahlawan-pahlawan bahagia yang bagi mereka bumi pemberi biji-bijian menghasilkan buah manis madu yang tumbuh tiga kali setahun, jauh dari dewa-dewa yang tak pernah mati, dan pemerintahan Cronos atas mereka.”
Dalam karya Pindar berjudul "Odes” menjelaskan bahwa Elysium menanti bagi mereka yang menjalani kehidupan dengan baik.
“Orang-orang baik menerima kehidupan yang bebas dari jerih payah, tidak menggunakan kekuatan tangan mereka untuk mengais tanah atau air laut, demi rezeki yang miskin."
"Namun di hadapan para dewa terhormat, mereka yang dengan senang hati menepati sumpahnya menikmati hidup tanpa air mata, sementara yang lain menjalani kerja keras yang tak tertahankan untuk dilihat.”
Source | : | Greek Reporter |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR