Pemerintahan Toyotomi yang bermasalah berakhir pada tahun 1598 ketika ia meninggal karena sebab alamiah. Sesaat sebelum kematiannya, ia menunjuk Dewan Lima Tetua (Tairo) dan Lima Komisaris (Bugyo) untuk menjalankan kekaisaran.
Rencananya, para dewan dan komisaris akana memerintah sampai putranya Hideyori, yang saat itu berusia 5 tahun, mencapai usia dewasa.
Namun hal ini menciptakan kekosongan kekuasaan dan muncul dua pesaing utama: Ieyasu dan Ishida Mitsunari. Yang pertama, dipandang sebagai bupati yang paling berkuasa di antara lima bupati, dengan cepat memposisikan dirinya sebagai shogun berikutnya. Mitsunari, seorang komisaris dan memproklamirkan diri sebagai pelindung Hideyori, membentuk aliansi untuk melawan Ieyasu.
Hal ini terjadi pada tanggal 21 Oktober 1600 di wilayah Sekigahara di Provinsi Mino. Puluhan ribu tentara kehilangan nyawa dalam pertempuran terbesar dan paling berdarah dalam sejarah feodal Kekaisaran Jepang.
Pasukan Mitsunari berada di atas angin hingga pasukan Kobayakawa Hideaki membelot ke pasukan timur. Plot tersebut dibuat Ieyasu sebelum pertempuran dan terbukti menentukan.
Setelah kekalahan tersebut, Mitsunari berusaha melarikan diri tetapi ditangkap oleh penduduk desa dan dipenggal di Kyoto. Keshogunan Tokugawa memerintah Kekaisaran Jepang selama dua setengah abad berikutnya.
Duel Miyamoto Musashi dan Sasaki Kojiro
Jika berbicara tentang pendekar pedang legendaris di Kekaisaran Jepang, ada dua nama yang mendominasi. Yang pertama adalah Tsukahara Bokuden. “Ia dikatakan telah membunuh lebih dari 200 orang dalam pertempuran dan konfrontasi individu,” tambah Hernon.
Kemudian, Miyamoto Musashi mengambil alih gelar sebagai pendekar pedang yang paling ditakuti di Kekaisaran Jepang. Ia terkenal karena teknik bertarung dua pedangnya,
Pertarungan Musashi yang paling terkenal konon terjadi pada tahun 1612 saat melawan Sasaki Kojiro. Lokasinya ditetapkan di Ganryujima, sebuah pulau kecil antara Honshu dan Kyushu, pada pukul 8 pagi. Namun Musashi datang terlambat 3 jam, mungkin untuk membuat marah lawannya.
Taktiknya berhasil. Kojiro yang marah membuang sarungnya ke samping. “Jika sarungmu tidak lagi berguna, kamu sudah mati,” kata Musashi, semakin membuat marah lawannya. Hal ini memprovokasi Kojiro untuk menyerang terlebih dahulu.
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR