Nationalgeographic.co.id—Seppuku atau hara kiri sebuah ritual bunuh diri yang telah mendarah daging dalam sejarah Kekaisaran Jepang. Bentuk ritual ini awalnya merupakan sarana bagi samurai Kekaisaran Jepang untuk mengembalikan kehormatannya setelah melakukan pelanggaran atau gagal menjalankan tugasnya. Tapi tahukah Anda, ketika seorang samurai melakukan seppuku untuk mengambalikan kehormatannya, sang istri juga mengalami hal yang serupa?
Seppuku merupakan bukti pemahaman yang kompleks dan mendalam tentang kehormatan, penebusan dosa, dan kesetiaan yang melingkupi identitas budaya bangsa.
Mereka Mempersiapkan Kematian dengan Sangat Hati-hati
Samurai hidup di era dimana kematian adalah kejadian sehari-hari. Mereka tahu bahwa setiap hari mungkin adalah hari terakhir mereka di dunia ini, dan mereka mempersiapkan diri dengan baik.
Satu hal yang mungkin Anda tidak tahu adalah bahwa mereka membakar dupa di helm mereka agar kepala mereka tidak berbau jika dipotong. Itu sangat mengerikan.
Istri Mereka Mengalami Kesulitan
Pada saat itu, di banyak negara, merupakan hal yang lumrah bagi laki-laki untuk membayar biaya mahar kepada keluarga perempuan yang ingin dinikahinya. Tapi ada pengecualian. Jika seorang wanita dari kelas bawah ingin menikah dengan seorang samurai, dia harus membayarnya.
Selain itu, para istri ini juga akan bunuh diri melalui ritual bunuh diri atau seppuku bersama suaminya jika suaminya memutuskan untuk melakukannya. Para wanita akan memotong lehernya, bukan perutnya seperti laki-laki, dan mengikat kaki mereka sehingga mereka terlihat dalam pose yang lebih bermartabat.
Cara Menguji Pedang
Pedang samurai dikenal sebagai salah satu yang paling tajam di dunia, tetapi tidak semua pedang dibuat setara di masa feodal Jepang. Jadi untuk menguji pedang mereka, mereka punya metode berbeda. Salah satu cara yang umum adalah dengan membuat 16 potongan pada mayat yang tergantung di pohon. Cara lainnya adalah menguji pedang pada penjahat yang masih hidup.
Samurai Kurang Menghargai Kehidupan Manusia
Selama periode Sengoku di negara-negara yang berperang, Samurai diketahui turun ke jalan dan menguji teknik baru yang mereka kuasai pada warga sipil. Bisa dibilang hal tersebut menjadi oraktik yang tidak berperasaan, tapi itu bisa menjadi perbedaan antara hidup dan mati dalam pertempuran berikutnya.
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR