Nationalgeographic.co.id—Maya pernah membangun sebuah peradaban yang suci dan tersembunyi di wilayah Guatemala, dan para sejarawan mengenalnya dengan Kota Tikal. Peradaban Tikal terletak di jantung salah satu kota paling kuat di Amerika.
Peradabannya dikelilingi oleh bangunan-bangunan monumental: teras berundak di Acropolis Utara, dihiasi dengan topeng raksasa aneh yang diukir dari plester dan batu; sebuah piramida curam yang disebut Kuil I, yang atapnya menjulang setinggi 42 meter di atas tanah.
Adapun pasangannya berada di seberang alun-alun, sebuah Kuil II yang menjulang setinggi 38 meter di atas rumput, menandakan sebuah kompleks bangunan misterius yang disebut Central Acropolis.
Masyarakat kuno Tikal dalam sejarah Maya dikenal oleh sebagian besar para ahli Maya abad ke-20, sebagai masyarakat yang cinta damai dan pengamat peristiwa langit yang luar biasa.
David Roberts menulis kepada Smithsonian Magazine dalam artikel berjudul Secrets of the Maya: Deciphering Tikal yang diterbitkan pada Juli 2005. Ia menyebut bahwa sebagian besar bangunan di kota ini dibangun pada masa yang disebut periode Klasik sejarah Maya.
Diperkirakan bahwa peradaban ini dibangun dari tahun 250 hingga 900 M. "Ini adalah masa ketika Maya menciptakan karya seni yang hebat dan arsitektur yang menakjubkan di seluruh penjuru Tikal," imbuh David.
Tikal dikelilingi oleh piramida kapur yang curam, yang hampir setinggi katedral Notre Dame. "Seruan monyet pelolong dan kicauan burung toucan, meramaikan suasana Tikal, yang berlatar belakang situs hutan hujan," tulis Fox.
Alex Fox menulisnya kepada BBC tentang peradaban Maya yang menghilang dari Tikal, melalui artikelnya berjudul The Maya's ingenious secret to survival, yang dipublikasi pada 10 Agustus 2021.
Keagungan peradaban Maya, dibuktikan melalui jejak pembangunannya, yang hampir tak melibatkan sejumlah arat berat dan hewan untuk mengangkut bebatuan. "Mereka tak menggunakan roda atau perkakas logam untuk membangun kota," tambahnya.
Pembangunan piramida di Tikal merupakan simbol keagungan raja. Pengaruhnya membentang dari Yucatan, Meksiko, ke Tikal di Guatemala, ke Belize dan beberapa wilayah di Karibia, meliputi Honduras dan El Savador.
"Tikal merupakan pusat ekonomi dan simbol seremonial dari sebuah peradaban yang, berdasarkan survei baru-baru ini yang mengungkap lebih dari 60.000 struktur bangunan yang tersembunyi selama berabad-abad dalam hutan lebat," imbuhnya.
Kota super kuno ini pernah dihuni oleh jutaan orang dan merupakan bagian dari peradaban Maya di Guatemala. "Kemungkinan pernah dihuni sebanyak 10 hingga 15 juta orang dalam rentang waktu yang panjang (600 SM-900 M)," lanjut Fox.
Kota Tikal dipercaya para ahli telah dihuni sejak tahun 600 SM, sebelum akhirnya ditinggalkan menjelang 900 M. Hal tersebut dibuktikan dari usia waduk berukuran besar yang telah memberi kehidupan bagi bangsanya.
Pola bangunannya dibuat dengan menghadap pada matahari, untuk mengamati pergerakannya yang melintasi langit sepanjang hari. Ini membuktikan kehebatan ilmu astronomi Maya yang telah berkembang pesat.
Selain dari ilmu astronomi, air juga telah membawa suku Maya dapat bertahan selama berabad-abad lamanya di wilayah Tikal, Guatemala. Kecanggihan peradaban di Tikal juga dapat dilihat dari sistem pengairannya.
Sistem pemurnian air, pengolahan air bersih atau sanitasi suku Maya di Tikal, dapat dikatakan sangat maju. "Salah satu bahan utamanya, zeolit, masih banyak digunakan sebagai filter air hingga saat ini," sambung Fox.
Zeolit adalah jenis mineral vulkanik yang sebagian besar terbuat dari aluminium, silikon dan oksigen yang terbentuk ketika abu vulkanik bereaksi dengan air tanah alkali. Para Arkeolog juga menemukan pecahan bejana tanah liat yang merupakan sisa-sisa dari peradaban Maya.
"Pecahan bejana tanah liat yang ditemukan di sana, menunjukkan bahwa air murni Corriental (pengolahan dengan zeolit) digunakan khusus untuk minum," ungkapnya. Temuan ini sekaligus menobatkan Tikal sebagai kota dengan pemurnian air bersih tertua di dunia.
Suku Maya meyakini dengan memurnikan air untuk mereka minum, telah membantu mereka bertahan hidup berabad-abad di Tikal. Namun, saat bencana air bersih melanda, Tikal akhirnya ditinggalkan.
Para peneliti di tahun 2010, melakukan pengambilan 10 sampel dari sedimen di waduk besar Tikal. Temuannya mengungkapkan bahwa adanya tingkat kontaminasi berbahaya dari logam berat merkuri dan tanda-tanda ledakan alga beracun yang menjangkiti waduk Istana dan Kuil.
"Adanya kontaminasi logam dan alga beracun di waduk besar dekat pusat kota, membuat para elit penguasa (pemerintahan di Tikal) memutuskan untuk meninggalkan pusat kota pada abad ke-9 (900 M)," pungkasnya.
Setelah para elit penguasa meninggalkan Tikal, kota ini menghilang, ditelan zaman, di tengah belantara hutan hujan Guatemala yang hjau dan lebat, meninggalkan sejumlah kisah bersejarah Maya di dalamnya yang penuh misteri.
Source | : | Smithsonian Magazine |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR