Perubahan curah hujan dan permukaan laut menyebabkan pergeseran vegetasi hutan rawa gambut, laju akumulasi gambut, dan pola kebakaran di kedua lokasi.
"Kami menyimpulkan bahwa kejadian El Niño-Southern Oscillation (ENSO) dan SLR secara bersamaan menghasilkan efek sinergis yang menyebabkan terjadinya kebakaran hebat di ekosistem lahan gambut pesisir yang masih asli," menurut peneliti.
"Namun hal ini tidak mengganggu pertambahan lahan gambut."
Di masa depan, SLR ditambah dengan proyeksi peningkatan frekuensi dan intensitas ENSO, berpotensi memperbesar dampak negatif kebakaran lahan gambut antropogenik.
Hal ini secara prospektif akan merangsang pelepasan karbon secara besar-besaran, sehingga pada gilirannya dapat berkontribusi memperburuk krisis iklim global.
Terutama ketika ambang batas yang belum diketahui terlampaui dan pertambahan lahan gambut dapat dihentikan, yaitu lahan gambut kehilangan fungsi penyerap karbonnya.
"Mengingat tingkat SLR yang pesat saat ini, pengelolaan lahan gambut pesisir harus mulai mengembangkan strategi pengurangan atau mitigasi risiko kebakaran," menurut peneliti.
Lahan gambut pesisir
Lahan gambut di Asia Tenggara (Tenggara) mempunyai fungsi dan jasa ekosistem yang penting. Misalnya, untuk menyimpan karbon, untuk menyediakan habitat bagi flora khusus yang beradaptasi dengan lingkungan yang miskin nutrisi, asam, dan tergenang air.
Kemudian juga untuk menyediakan penghidupan dan sumber daya lainnya bagi masyarakat lokal, pengaturan air, rekreasi dan pendidikan.
Di Asia Tenggara, lahan gambut tersebar terutama di Indonesia dan Malaysia (masing-masing seluas 13,43 dan 2,6 Mha). Sebagian besar lahan gambut berlokasi di wilayah pesisir Sumatra dan Kalimantan.
Source | : | Global Change Biology |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
KOMENTAR