Nationalgeographic.co.id—Dari sekian banyak kaisar dalam sejarah Romawi yang panjang dan menarik, ada satu yang berhasil menonjol. Ia adalah Kaisar Justinian the Great (Justinian Agung). Pemerintahannya menandai sebuah titik balik, sebuah pembukaan era baru yang penuh dengan perubahan-perubahan revolusioner di pentas besar Eropa. Perubahan itu membawa percikan baru, gelombang harapan bagi Kekaisaran Romawi Timur yang mulai meredup pamornya.
Cerdik, bijaksana, dan berani, Justinian berhasil bangkit dari ketiadaan, hingga mencapai puncak tertinggi dalam sejarah. Didorong oleh keinginan untuk membangun kembali Kekaisaran Romawi yang porak-poranda, ia patut diberi gelar “yang Agung”.
Kaisar Justinian menduduki takhta Kekaisaran Romawi Timur
Justinian lahir sekitar tahun 450 Masehi. Ia berasal dari keluarga petani kasta rendah di desa Tauresium, di Provinsi Dardania, Romawi. Berkat pamannya Justin – yang menjadi kaisar masa depan – Justinian tidak ditakdirkan untuk hidup sebagai penduduk desa biasa.
Pamannya membawanya ke Konstantinopel, di mana Justinian mendapat pendidikan teologi, hukum, dan sejarah. Berkat pengaruh pamannya, ia bertugas di jajaran Excubitor atau pengawal kekaisaran.
Ketika Kaisar Anastasius meninggal, Justin menjadi penguasa Kekaisaran Romawi Timur. Berusia 60-an dan tidak memiliki seorang putra, Justin terpaksa mempertimbangkan keponakannya sebagai penerusnya di masa depan.
Dan yang paling utama di antara keponakan-keponakannya tidak lain adalah Justinian, putra dari saudara perempuannya. Justin mendidiknya dan akhirnya mengadopsinya.
“Pada tahun-tahun berikutnya, Justinian menjadi penasihat ambisius Kaisar Justin yang makin tua,” tulis Aleksa Vučković di laman Ancient Origins. Ketika Justin jatuh sakit dan semakin pikun, ia memutuskan untuk menjadikan keponakannya Justinian sebagai rekan kaisar. Hal itu terjadi pada tahun 527.
Namun kenyataannya, Justinian adalah penguasa de facto, bahkan sejak tahun 518. Pasalnya, Justin semakin tidak mampu memerintah pada tahun-tahun terakhir hidupnya. 4 bulan setelah penunjukan itu, Justin meninggal pada 1 Agustus 527. Ia menyerahkan takhta kepada Justinian sebagai kaisar baru Kekaisaran Romawi Timur.
Pemerintahan awal Kaisar Justinian
Tahun-tahun resmi pertama Justinian sebagai penguasa merupakan ujian yang tepat atas keterampilannya. Di awal pemerintahannya dipenuhi dengan perkembangan baru yang memerlukan keputusan tegas. Salah satu usahanya yang paling awal, dan yang membuatnya terkenal, adalah Corpus Juris Civilis. Corpus Juris Civilis merupakan kumpulan reformasi peradilan yang bertujuan untuk merevisi seluruh hukum Romawi.
Kekerasan yang menjadi isu di Konstantinopel saat itu. Sebagian besar bermula dari faksi rival pendukung balap kereta. Kedua faksi, Partai Biru dan Partai Hijau, menjadi gelisah dan sering menimbulkan kerusuhan kecil di seluruh kota. Keluhan mereka biasanya ditujukan pada pejabat tidak populer yang ditempatkan Justinian pada posisi penting.
Kerusuhan tersebut memicu banyak kekerasan. Dan masalah inilah yang akan melahirkan ancaman terbesar bagi pemerintahan Justinian – Kerusuhan Nika.
Pada bulan Januari 532, kerusuhan yang semakin besar ini semakin meningkat. Faksi-faksi yang bersaing pun bersatu dan mengadopsi seruan perang mereka – Nika! (kata Yunani untuk ‘Taklukkan!’). Para perusuh menghasut pemberontakan yang didasarkan pada pemenjaraan dua anggota faksi mereka. Pemberontakan ini meningkat dengan cepat dan menjadi kerusuhan paling kejam dalam sejarah Konstantinopel dan Kekaisaran Romawi Timur.
Massa yang mengamuk menjarah dan membakar kota. Mereka memiliki tujuan untuk menggulingkan Justinian dan menempatkan kaisar baru di atas takhta. Sebagai tanggapan, Justinian menugaskan dua jenderalnya yang paling cakap – Mundus dan Belisarius – untuk memadamkan kerusuhan. “Namun mereka tidak mampu melakukannya,” tambah Vučković.
Menghadapi situasi itu, Justinian berhasil menyuap faksi biru di saat-saat terakhir. Ia kemudian membantai faksi hijau dan pemberontak lainnya yang berkumpul di hippodrome. Kerusuhan tersebut berlangsung selama seminggu dan menyebabkan separuh kota terbakar. Ironisnya, lebih dari 30.000 orang tewas.
Namun setelah berhasil memadamkan pemberontakan ini, Justinian berhasil memperkuat pemerintahannya. Ia menggunakan kesempatan tersebut untuk membangun kembali Konstantinopel dan mendirikan beberapa bangunan indah. Salah satunya adalah katedral Hagia Sophia yang terkenal di dunia.
Kaisar Justinian the Great memulihkan Kekaisaran Romawi Timur
Kerusuhan Nika adalah hambatan besar pertama dalam pemerintahan Justinian. Tapi hal ini tidak berhasil menggoyahkan niat terbesarnya – restorasi Kekaisaran Romawi atau renovatio imperii.
Penaklukan kembali provinsi-provinsi Romawi yang hilang ini akan menjadi puncak dari seluruh masa pemerintahan Justinian.
Bahkan sebelum kerusuhan Nika, Justinian berperang dengan Kekaisaran Sassanid di timur. Sejak tahun 527, perang menjadi fokus utama. Di bawah komando jenderal terampil Belisarius, Kekaisaran Romawi Timur memenangkan dua pertempuran pada tahun 530. Tapi mereka menderita kekalahan pada tahun 531.
Pada tahun 530, raja Persia meninggal. Kesepakatan dibuat dengan pewaris mudanya. Sayangnya, kesepakatan tersebut membuat Justinian kehilangan 11.000 pon emas. Namun demikian, ia berhasil mengamankan perbatasan timurnya dan mengalihkan fokusnya ke barat dan provinsi-provinsi Kekaisaran Romawi yang hilang.
Hanya setahun kemudian, pada tahun 533, Justinian melancarkan kampanye melawan Vandal di Afrika Utara.
Jenderal Belisarius yang terampil membuktikan kompetensinya dalam serangan militer ini. Ia berhasil menaklukkan kaum Vandal hanya dalam waktu 1 tahun. Kemenangan tersebut menghasilkan pembentukan 'Prefek Praetorian Afrika' dan merupakan langkah pertama menuju pemulihan provinsi-provinsi Romawi yang hilang.
Pada tahun berikutnya, Justinian melancarkan penaklukan berikutnya. Kali ini ditujukan pada Ostrogoth, suku Jerman lainnya, dan kerajaan mereka di semenanjung Italia. Dikenal sebagai Perang Gotik, konflik ini berlangsung jauh lebih lama dibandingkan sebelumnya – hampir 20 tahun.
Kekaisaran Romawi Timur berhasil menaklukkan ibu kota Ostrogoth dan seluruh semenanjung Italia dalam 5 tahun pertama konflik. Tapi konflik tersebut berkembang menjadi perjuangan panjang melawan Raja Totila. Perjuangan itu berlangsung hingga 15 tahun berikutnya.
Pada akhirnya, Justinian kembali menaklukkan Italia. Tapi ia kemudian kehilangan sebagian besar wilayahnya karena invasi Lombard, kira-kira satu dekade kemudian. Akibat perang-perang ini, seluruh semenanjung hancur, tidak berpenghuni, dan menjadi sunyi sepi.
Mungkin konflik besar terakhir pada pemerintahan Justinian adalah perang dengan Kekaisaran Sassanid. Didukung oleh pemberontakan tak terduga di Armenia, serta desakan dari duta besar Ostrogoth, raja Persia Khosrau melanggar kesepakatan damai. Ia menjarah wilayah Kekaisaran Romawi Timur.
Perang berlangsung selama beberapa tahun, tanpa ada kemajuan besar di kedua pihak. Pada akhirnya, kesepakatan baru tercapai. Sekali lagi, Justinian harus membayar upeti tahunan sebesar 30.000 solidi.
Kebangkitan bangsa Slavia
Justinian berhasil merebut kembali Afrika Utara, Iberia Selatan, dan Italia. Namun Kekaisaran Romawi Timur masih menderita ancaman yang tidak dapat diatasi dengan sukses. Salah satu serangan besar-besaran tersebut berpusat di semenanjung Balkan. Sejak pertengahan tahun 520-an, bangsa Slavia mulai bermigrasi semakin dalam. Mereka menyeberangi sungai Donau dan berkonflik dengan bangsa Romawi.
Pada tahun 540, mereka mencapai Tesalonika di Yunani, serta Dalmatia, dan Adrianople. “Bangsa Slavia terbukti menjadi salah satu penentang terbesar kekuasaan Romawi,” ungkap Vučković.
Singkatnya, Justinian hanya berhasil mencapai sebagian tujuannya dalam memulihkan Kekaisaran Romawi. Setelah keberhasilan awal melawan kaum Vandal, perang Gotik berlangsung terlalu lama. Perang-perang itu terbukti merugikan keuangan kekaisaran dan militer. Semua itu menyebabkan kenaikan pajak dan retribusi di seluruh kekaisaran. Akhirnya, Justinian tidak disukai oleh rakyatnya.
Secara keseluruhan, kita dapat melihat pemerintahan Justinian yang ambisius dan percaya diri. Sebagai pengambil risiko, ia berhasil memenangkan sebagian besar serangan militernya. Bahkan ketika sumber daya kekaisarannya terkuras habis.
Warisan Kaisar Justinian the Great
Justinian meninggal di usianya yang ke-83. Dia meninggal tanpa anak. Seorang saksi berada di sisinya saat itu dan menyatakan bahwa tindakan terakhir Justinian adalah menunjuk keponakannya Justin sebagai ahli warisnya. Benar atau tidaknya hal ini, kita tidak akan pernah tahu. Namun kesepakatan yang telah diatur sebelumnya adalah pilihan yang paling mungkin.
Semasa hidupnya, pemerintahan Justinian mempunyai aspek positif dan negatif. Pada awalnya, ia menjadi sasaran banyak permusuhan. Tapi Justinian melakukan reformasi peradilan yang akhirnya ditiru oleh kerajaan lain.
Sang kaisar mengembangkan seni, sastra, dan budaya, dan aktif membangun gereja, biara, benteng, dan banyak bangunan serupa.
Justinian juga sangat tertarik pada teologi. Dia berjuang keras untuk memberantas paganisme dengan mengeluarkan serangkaian legislasi dan undang-undang. Saat ini, Justinian the Great dihormati sebagai orang suci oleh Gereja Ortodoks Timur.
Keputusannya yang berani dan revolusioner merupakan tanda jelas dari sifat visionernya. Justinian membawa era yang makmur bagi Kekaisaran Romawi Timur. Ia memperluas wilayahnya melalui penaklukan kembali dan mengamankan semua jalur angkatan laut.
Namun sayangnya, semua jerih payahnya bagi Kekaisaran Romawi Timur secara bertahap hilang pada generasi-generasi setelah pemerintahannya.
Pemerintahannya memberikan pelajaran penting bagi mereka yang datang setelahnya. Penaklukannya atas suku-suku Jermanik merupakan katalisator yang mengantarkan Eropa ke era baru, melahirkan negara-negara dan kerajaan-kerajaan baru. Dan memang benar, kaisar ini pantas mendapat julukannya – Justinian the Great.
Justinian dimakamkan dengan penghormatan tertinggi. Ia dimakamkan di mausoleum pribadinya di Gereja Para Rasul Suci. Selama penjarahan Konstantinopel pada tahun 1204, Tentara Salib menjarah dan merampok mausoleum tersebut.
Source | : | Ancient Origins |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR