Nationalgeographic.co.id—Menyerap karbon dari pesisir tidak selalu harus mengandalkan pada pohon mangrove. Pada kawasan tertentu, termasuk di Indonesia, mangrove tidak bisa tumbuh sehingga menjadi upaya sia-sia jika hendak menanamnya dalam upaya pengurangan karbon.
Solusi lainnya adalah mengandalkan fitoplankton. Dalam siklus karbon global, makhluk tidak terlihat di mata telanjang ini, menangkap dan mengangkut karbon ke laut dalam. Demi menjaga pertumbuhannya, mereka tidak hanya mengandalkan karbon, tetapi juga nitrogen dan fosfor.
Pengetahuan tentang kemampuan menyerap karbon bersama nitrogen dan fosfor pada fitoplankton berawal dari ahli kelautan Amerika Alfred C. Redfield pada 1930-an. Redfield mengungkapkan, fitoplankton laut ternyata memiliki konsentrasi unsur karbon, nitrogen, dan fosfor.
Konsentrasi terbesar yang ada pada fitoplankton adalah karbon. Redfield bahkan membuat rasio tetapnya dengan masing-masing perbandingan 106:15:1. Rasio ini yang membuatnya dinamai sebagai rasio Redfield.
Temuan awal dari Redfield ini mengungkapkan secara ilmiah, fitoplankton punya hubungan reaksi dengan unsur-unsur kimia tersebut. Hubungan ini bergantung dengan pompa karbon di laut atau pesisir, siklus nutrisi, dinamika jaringan makanan, dan bahkan respon yang berhubungan dengan iklim.
Penelitian terbaru di jurnal Science Advances meneliti lebih lanjut tentang rasio konsentrasi nitrogen dan fosfor. Pasalnya, nitrogen tampaknya sangat diperlukan bagi fitoplankton untuk bisa tumbuh, berdasarkan pengamatan Redfield selanjutnya dalam sampel air laut yang dikumpulkan.
Penelitian tersebut bertajuk "Effects of phytoplankton physiology on global ocean biogeochemistry and climate", 26 Juli 2023. Para peneliti membawa gambaran seberapa pentingnya fitoplankton di kawasan laut dan pesisir yang seharusnya diperhatikan dalam upaya penyerarapn karbon global.
Para peneliti mengungkapkan, perbandingan atau rasio nitrogen terhadap fosfor (16:1) pada fitoplankton sangat mirip dengan air laut. Mereka meyakini adanya hubungan yang kuat antara sumber nutrisi bagi partikel yang sangat kecil dan sumber nutrisi yang larut pada air laut.
"Ini bagai pertanyaan ayam dan telur," kata Chia-Te Chien, peneliti Biogeochemical Modelling Research Unit GEOMAR Helmholtz Centre for Ocean Research di Kiel, Jerman.
Pengetahuan ini penting bagi kalangan ilmuwan, yang menjadi pertanyaan oleh para peneliti adalah seperti apa perbandingan antara nitrogen dan fosfor ini diatur—apakah kandungan laut mengatur rasio fitoplankton atau sebaliknya?
Jawabannya adalah perbandingan karbon, nitrogen, dan fosfor pada fitoplankton mengontrol perbandingan unsur serupa dalam nutrisi larut.
Dengan jumlah fitoplanktron yang sangat banyak di seluruh lautan dan pesisir planet Bumi, nutrisi laut pun terpengaruhi, dan berdampak pada tingkat oksigen di laut yang sangat penting dalam sistem planet ini.
"Hasil kami menunjukkan bahwa konsentrasi CO2 di atmosfer serta suhu laut dan udara sangat sensitif terhadap variasi stoikiometri unsur yang disebabkan oleh perubahan fisiologi fitoplankton," terang para peneliti dalam makalah.
Analisis para peneliti mengungkapkan, kuota kebutuhan pangan fitoplankton akan nitrogen dan fosfor punya potensi dalam penyerapan tingkat karbon dioksida di amtosfer. Potensi ini berada pada fisiologi fitoplankton yang awalnya dinilai tidak punya dampak, bahkan kepada biogeomikia laut.
Para peneliti menambahkan bahwa hubungan ini membantu para ilmuwan di bidang iklim dan laut dapat membuat prediksi yang lebih akurat terkait ekosistem dan iklim planet di masa depan.
Hasil temuan ini diungkapkan dengan model komputer berupa bagaimana model sistem Bumi dari rasio karbon, nitrogen, dan fosfor. Aktivitas yang dihasilkan dari fitoplankton tersebut dijalankan setidaknya 400 simulasi terhadap alga yang fisiologinya dihadirkan pada model komputer. Simulasi ini melihat bagaimana unsur dari fitoplankton bisa membuat alga tersebut tetap hidup.
Melalui penelitian ini, para peneliti juga mengungkapkan, sebenarnya kemiripan antara rasio unsur fitoplankton dan air laut sebenarnya berbeda dalam keadaan tertentu. Perbedaan ini disebabkan perubahan dalam waktu pengamatan selama beberapa dekade.
Mikroorganisme penting yang rentan
Sebagai organisme mikroskopis, fitoplankton sangat mungkin terpengaruh dengan pemanasan iklim. Walau tidak bisa dibuktikan secara kasatmata dengan klorofil, tetapi tampaknya para ilmuwan melihat fitoplankton kini terkonsentrasi di area tertentu di lautan dan pesisir.
Misalnya, dalam studi 12 Juli 2023, fitoplankton yang memiliki klorofil, saat bergerak akan memengaruhi perubahan warna laut. Para ilmuwan melalui satelit NASA bahkan melihat bahwa kawasan laut dunia mengalami perubahan warna dari gelombang biru ke hijau, berdasarkan perkiraan jumlah klorofil di wilayah tertentu.
Oleh karena itu, upaya menurunkan karbon tidak bisa hanya bergantung pada fitoplankton, tetapi juga dengan upaya penurunan suhu global lainnya. Sebab, walau fitoplankton sangat berperan penting dalam penyerapan karbon, keberadaan mereka sangat rentan dengan suhu sekitar. Bahkan, dalam suatu kasus, fitoplankton bisa berdampak buruk pada lingkungan laut sekitar.
Artikel ini adalah bagian dari sinergi inisiatif Lestari KG Media bersama Saya Pilih Bumi, Sisir Pesisir dengan media National Geographic Indonesia, Initisari, Infokomputer, dan GridOto.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR