Nationalgeographic.co.id—Dalam gemerlap istana Kekaisaran Tiongkok yang megah, kebahagiaan mengisi setiap sudut ketika selir kesayangan Kaisar Tiongkok melahirkan seorang bayi. Di balik senyum dan tawa yang bersahaja, tersembunyi ambisi gelap sang ibu, Wu Zetian.
Wu Zetian, seorang wanita dengan ambisi yang luar biasa, melihat kelahiran bayi itu bukan hanya kebahagiaan, tetapi juga sebuah peluang untuk mewujudkan mimpinya.
Berharap untuk melengserkan Permaisuri Wang yang sekarang dan menggantikannya, Wu Zetian menggendong bayinya untuk terakhir kalinya dan mencekik bayi tersebut. Dia kemudian menyalahkan kematian bayinya pada Wang.
Kaisar percaya pada semua yang dikatakan Wu. Wang kemudian mendekam di sebuah sel penjara tersendiri di dalam istana, sementara Wu mengambil alih posisinya sebagai Permaisuri.
“Wu Zetian, mungkin salah satu ibu terburuk dalam sejarah, kemudian melakukan hal yang tidak terpikirkan: Dia menjadi penguasa wanita satu-satunya di Tiongkok,” tulis Elisabeth Sherman, pada laman All That’s Interesting.
Kisah Wu Zetian menjadi semakin mencengangkan karena kisah awal kehidupanya yang begitu sederhana.
Kisah Awal Wu Zetian
Sebagai putri seorang jenderal, Wu pindah ke istana Kaisar Taizong dari Dinasti Tang pada tahun 636. Di sana, dia bekerja di istana sebagai selir berpangkat rendah.
Sebagai selir tingkat kelima, tugasnya terutama adalah sebagai pelayan, dan beberapa sejarawan berspekulasi bahwa dia pertama kali mendapatkan akses ke Kaisar Taizong dengan mengganti seprai tempat tidurnya.
Pada 649 Masehi, Kaisar Taizong meninggal. Ketika seorang kaisar meninggal, para selir akan pindah ke kuil san menjadi biarawati. Akan menjadi aib bagi kaisar jika ada pria lain yang menyentuh mantan permaisurinya.
Namun aturan tersebut tidak diindahkan oleh Wu. Dia melarikan diri dari biara dan kembali ke istana. Dia bertemu dengan putra Taizong, Kaisar Gaozong, yang segera akan menaksirnya.
Baca Juga: Alasan Dinasti Ming Tiongkok Menghentikan Pelayaran Armada Harta Karun
Source | : | All Thats Interesting |
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR