Saat itu, Macau menampung sekitar 2.000 warga Portugal, 20.000 warga Kekaisaran Tiongkok, dan sekitar 5.000 orang Afrika yang diperbudak. Orang Afrika itu dibawa ke Macau oleh Portugal dari koloni mereka di Angola dan Mozambik.
Penduduk Afrika yang diperbudaklah yang sebenarnya melawan serangan Belanda. Seorang perwira Belanda melaporkan, “Tentara kami hanya melihat sedikit orang Portugal selama pertempuran.”
Pertahanan yang berhasil dilakukan oleh orang-orang Angola dan Mozambik ini membuat Macau aman dari serangan kekuatan Eropa lainnya.
Portugal merebut Macau dari Kekaisaran Tiongkok setelah Perang Candu
Dinasti Ming jatuh pada tahun 1644 dan Dinasti Qing mengambil alih kekuasaan di Kekaisaran Tiongkok. Namun perubahan rezim ini berdampak kecil pada permukiman Portugis di Macau.
Selama 2 abad berikutnya, kehidupan dan perdagangan terus berlanjut tanpa gangguan di kota pelabuhan yang ramai ini.
Namun, kemenangan Inggris dalam Perang Candu menunjukkan bahwa pemerintah Qing kehilangan pengaruhnya di bawah tekanan Eropa.
Portugal secara sepihak memutuskan untuk merebut dua pulau tambahan di dekat Macau. Pulau-pulau itu adalah Taipa pada tahun 1851 dan Coloane pada tahun 1864.
Pada tahun 1887, Inggris telah menjadi pemain regional yang sangat kuat dan memiliki basis di dekat Hong Kong. Oleh karena itu, Inggris mampu mendikte ketentuan perjanjian antara Portugal dan Kekaisaran Tiongkok.
Perjanjian Persahabatan dan Perdagangan Sino-Portugis memaksa Tiongkok untuk memberikan Portugal hak untuk pendudukan dan pemerintahan abadi di Macau.
Di sisi lain, perjanjian itu juga mencegah Portugal menjual atau memperdagangkan wilayah tersebut kepada kekuatan asing lainnya.
Inggris bersikeras pada ketentuan ini, karena saingannya Prancis tertarik untuk memperdagangkan Brazzaville Kongo untuk koloni Portugis di Guinea dan Macau. Portugal tidak lagi harus membayar sewa atau upeti untuk Macau. Perjanjian ini disetujui pada tanggal 1 Desember 1887.
Source | : | thought.co |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR