Nationalgeographic.co.id—Macau, sebuah kota pelabuhan yang berada tepat di sebelah barat Hong Kong. Kota ini pernah menjadi koloni Eropa pertama dan terakhir di wilayah Tiongkok.
Meski berada di wilayah Kekaisaran Tiongkok, Portugal menguasai Macau dari tahun 1557 hingga 20 Desember 1999. Bagaimana Portugal akhirnya bisa menguasai wilayah Kekaisaran Tiongkok sejak Dinasti Ming dan bertahan sepanjang Era Qing?
Portugal mendapatkan izin untuk menambatkan kapal di Kekaisaran Tiongkok
Portugal adalah negara Eropa pertama yang pelautnya berhasil mengelilingi ujung Afrika dan memasuki cekungan Samudra Hindia. Pada tahun 1513, seorang kapten Portugis bernama Jorge Alvares telah mencapai wilayah Kekaisaran Tiongkok.
“Namun mereka tidak bisa menambatkan kapalnya di pelabuhan,” tulis Kallie Szczepanski di laman Thoughtco.
Portugal membutuhkan waktu dua dekade untuk mendapatkan izin dari Kaisar Tiongkok untuk menambatkan kapal dagang di pelabuhan sekitar Macau. Pedagang dan pelaut Portugis harus kembali ke kapal mereka setiap malam. Mereka tidak dapat membangun bangunan apa pun di wilayah Kekaisaran Tiongkok.
Pada tahun 1552, Kekaisaran Tiongkok memberikan izin kepada Portugis untuk membangun gudang pengeringan dan penyimpanan barang dagangan. Gudang itu berada di daerah yang sekarang bernama Nam Van.
Upeti atau sewa?
Akhirnya pada tahun 1557, Portugal mendapat izin untuk mendirikan wilayah perdagangan di Macau. Butuh waktu hampir 45 tahun untuk melakukan negosiasi, namun Portugal akhirnya memiliki pijakan yang nyata di Tiongkok selatan.
“Namun ‘pijakan’ ini tidak gratis,” kata Szczepanski. Portugal membayar sejumlah 500 tael perak setiap tahunnya kepada pemerintah di Beijing. Jumlah itu sekitar 19 kilogram perak atau setara dengan nilai saat ini sekitar 9.645 USD.
Menariknya, orang Portugal memandang ini sebagai perjanjian pembayaran sewa yang sederajat. Sedangkan Kekaisaran Tiongkok menganggap pembayaran tersebut sebagai upeti dari Portugal. Ketidaksepakatan mengenai sifat hubungan antara pihak-pihak tersebut menyebabkan seringnya keluhan Portugis bahwa Tiongkok memperlakukan mereka dengan hina.
Pada bulan Juni 1622, Belanda menyerang Macau dengan harapan dapat merebut wilayah itu dari Portugal. Saat itu, Belanda berhasil mengusir Portugal dari seluruh wilayah Indonesia kecuali Timor Timur.
Saat itu, Macau menampung sekitar 2.000 warga Portugal, 20.000 warga Kekaisaran Tiongkok, dan sekitar 5.000 orang Afrika yang diperbudak. Orang Afrika itu dibawa ke Macau oleh Portugal dari koloni mereka di Angola dan Mozambik.
Penduduk Afrika yang diperbudaklah yang sebenarnya melawan serangan Belanda. Seorang perwira Belanda melaporkan, “Tentara kami hanya melihat sedikit orang Portugal selama pertempuran.”
Pertahanan yang berhasil dilakukan oleh orang-orang Angola dan Mozambik ini membuat Macau aman dari serangan kekuatan Eropa lainnya.
Portugal merebut Macau dari Kekaisaran Tiongkok setelah Perang Candu
Dinasti Ming jatuh pada tahun 1644 dan Dinasti Qing mengambil alih kekuasaan di Kekaisaran Tiongkok. Namun perubahan rezim ini berdampak kecil pada permukiman Portugis di Macau.
Selama 2 abad berikutnya, kehidupan dan perdagangan terus berlanjut tanpa gangguan di kota pelabuhan yang ramai ini.
Namun, kemenangan Inggris dalam Perang Candu menunjukkan bahwa pemerintah Qing kehilangan pengaruhnya di bawah tekanan Eropa.
Portugal secara sepihak memutuskan untuk merebut dua pulau tambahan di dekat Macau. Pulau-pulau itu adalah Taipa pada tahun 1851 dan Coloane pada tahun 1864.
Pada tahun 1887, Inggris telah menjadi pemain regional yang sangat kuat dan memiliki basis di dekat Hong Kong. Oleh karena itu, Inggris mampu mendikte ketentuan perjanjian antara Portugal dan Kekaisaran Tiongkok.
Perjanjian Persahabatan dan Perdagangan Sino-Portugis memaksa Tiongkok untuk memberikan Portugal hak untuk pendudukan dan pemerintahan abadi di Macau.
Di sisi lain, perjanjian itu juga mencegah Portugal menjual atau memperdagangkan wilayah tersebut kepada kekuatan asing lainnya.
Inggris bersikeras pada ketentuan ini, karena saingannya Prancis tertarik untuk memperdagangkan Brazzaville Kongo untuk koloni Portugis di Guinea dan Macau. Portugal tidak lagi harus membayar sewa atau upeti untuk Macau. Perjanjian ini disetujui pada tanggal 1 Desember 1887.
Dinasti Qing akhirnya jatuh pada tahun 1911-1912, namun sekali lagi perubahan di Beijing berdampak kecil di Macau.
Selama Perang Dunia II, Jepang merebut wilayah Sekutu di Hong Kong, Shanghai, dan tempat lain di pesisir Tiongkok. Namun Jepang meninggalkan Portugal yang netral untuk bertanggung jawab atas Macau.
Ketika Mao Zedong dan komunis memenangkan Perang Saudara Tiongkok pada 1949, mereka mengecam Perjanjian Persahabatan dan Perdagangan dengan Portugal.
Komunis menganggap perjanjian itu sebagai perjanjian yang tidak setara. Tapi mereka hanya mengecam saja dan tidak melakukan apa-apa.
Penduduk Macau memberontak atas pemerintahan Portugal
Namun pada tahun 1966, masyarakat Tionghoa di Macau sudah muak dengan pemerintahan Portugal. Terinspirasi oleh Revolusi Kebudayaan, mereka memulai serangkaian protes yang kemudian berkembang menjadi kerusuhan.
Kerusuhan pada tanggal 3 Desember mengakibatkan enam kematian dan lebih dari 200 luka-luka. Bulan berikutnya, pemerintah Portugal mengeluarkan permintaan maaf resmi. Dengan demikian, pertanyaan mengenai Macau sekali lagi ditangguhkan.
Tiga pergantian rezim sebelumnya di Tiongkok tidak banyak berdampak pada Macau. Namun ketika diktator Portugal jatuh pada tahun 1974, pemerintahan baru di Lisbon memutuskan untuk menyingkirkan kerajaan kolonialnya.
Pada tahun 1976, Lisbon telah melepaskan klaim kedaulatannya. Macau kini menjadi “wilayah Tiongkok di bawah pemerintahan Portugal”.
Pada tahun 1979, Macau menjadi “wilayah Tiongkok di bawah pemerintahan sementara Portugal”. Akhirnya, pada tahun 1987, pemerintah di Lisbon dan Beijing sepakat bahwa Macau akan menjadi unit administratif khusus di Tiongkok.
Pada tanggal 20 Desember 1999, Portugal secara resmi menyerahkan Macau kembali ke Tiongkok.
Portugal adalah negara Eropa yang masuk pertama, keluar terakhir di Tiongkok dan sebagian besar dunia. Dalam kasus Macau, transisi menuju kemerdekaan berjalan lancar dan sejahtera.
“Tidak seperti bekas wilayah kekuasaan Portugis lainnya di Timor Timur, Angola, dan Mozambik,” tambah Szczepanski.
Source | : | thought.co |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR