Nationalgeographic.co.id - Dari semua formasi dan taktik dalam sejarah militer, hanya sedikit yang bisa menandingi kekuatan dan keagungan barisan Makedonia. Salah satu aspek utama dari kekuatan militer Makedonia adalah pengembangan oleh Filipus II, yang kemudian diteruskan oleh Alexander Agung, yaitu formasi phalanx.
Meskipun kekuasaan Makedonia akhirnya ditaklukkan oleh legiun Romawi, warisan kehebatan militer mereka tetap melekat dan dihormati dalam sejarah.
Formasi phalanx dan metode perang yang dikembangkan oleh Makedonia terus dianggap sebagai salah satu yang terkuat.
“ … pasukan Makedonia tidak pernah kehilangan reputasinya yang luar biasa dan tetap menjadi salah satu formasi militer paling ikonis sepanjang masa,” tulis Ristan Hughes, pada laman History Hit.
Asal-usul formasi
Pada tahun 359 SM, Hughes menjelaskan, Raja Philip II naik takhta Makedonia dan mewarisi kelas infanteri yang sangat lemah.
“Setelah menjadi korban berbagai invasi dari berbagai suku, pasukan pejalan kaki Makedonia tidak memiliki perlengkapan yang memadai dan kurang terlatih--tidak lebih dari rakyat jelata,” jelas Hughes.
Dia menyadari perlunya perubahan drastis untuk mengubah pasukan Makedonia menjadi kekuatan yang lebih tangguh dan terlatih.
Ia terinspirasi oleh reformasi-reformasi yang dilakukan oleh jenderal-jenderal seperti Epaminondas dari Thebes dan Iphicrates dari Athena. Dus, Philip II memulai serangkaian reformasi besar-besaran dalam militer Makedonia.
Salah satu langkah terpenting yang diambil oleh Philip II adalah peningkatan dalam persenjataan dan perlengkapan pasukan.
Dengan memanfaatkan sumber daya alam Makedonia, Philip membekali pasukan pejalan kakinya dengan tombak sepanjang empat hingga enam meter yang disebut sarissa.
Sarissa dibawa dengan kedua tangan dan dipegang empat perlima bagian dari batangnya. Panjangnya yang ekstrem memungkinkan sarissa dapat menjadi pelindung tubuh yang ringan bagi para prajurit infanteri. Selain itu, setiap prajurit juga membawa perisai pelte kecil yang diikatkan di lengan kirinya.
Seperti apa formasi pasukan Makedonia dan bagaimana cara kerjanya?
Pasukan Philip kemudian dilatih untuk bertempur dalam formasi besar dan padat yang disebut phalanx. Formasi ini biasanya berbentuk delapan baris secara horizontal dan enam belas baris secara vertikal.
“Selama bagian belakang dan sayapnya terlindungi, formasi ini sangat kuat baik sebagai senjata defensif maupun ofensif,” kata Hughes.
Namun, Hughes menambahkan, sebenarnya “kunci dari kekuatan barisan Makedonia sebenarnya adalah profesionalisme para prajurit Makedonia.”
Philip memastikan bahwa pasukannya yang baru direformasi ini tak boleh lengah dalam pelatihan. Mereka juga secara teratur menjalani latihan pawai jarak jauh, sambil membawa tas berat yang berisi barang-barang pribadi mereka.
Berkat pelatihan rutin ini, pengenalan Philip terhadap barisan Makedonia mengubah infanteri yang lemah menjadi pasukan yang paling kuat dan berdisiplin tinggi pada zaman itu. Hal Ini adalah sesuatu yang segera diketahui oleh musuh-musuhnya.
Dari bangsa Illyria yang tangguh di barat, hingga negara-negara kota Yunani di selatan, tidak ada yang bisa menandingi infanteri Philip. Selama sisi-sisi sayap dan belakangnya terlindungi, barisan Makedonia terbukti tak terbendung.
Pada saat Philip dibunuh secara tak terduga pada tahun 336 SM, pasukan Makedonia telah mengukuhkan diri mereka sebagai kekuatan militer yang dominan di daratan Yunani. Putra dan penerus Filipos, Alexander, dengan demikian mewarisi pasukan infanteri terbesar pada masa itu.
Bagi Alexander, pasukan Makedonia akan menjadi inti dari pasukan di seluruh penaklukannya. Pasukan Makedonia adalah jantung kesuksesan Alexander.
Bahkan, Hughes menjelaskan, Alexander merekrut 30.000 prajurit Asia dan melatih mereka dengan cara Makedonia.
Selain itu, di bawah komando Alexander, pasukan ini menjadi lebih sangar karena taktik briliannya: taktik “Palu dan landasan”.
Hugher menjelaskan, taktik tersebut, yang merupakan inti dari banyak keberhasilan militer terbesar Alexander, terdiri dari dua bagian utama.
Pasukan “Landasan" terdiri dari barisan Makedonia–bagian pertahanan yang sangat penting dari pasukan Alexander.
“Raja akan menugaskan pasukan pejalan kakinya untuk menyerang infanteri lawan dan kemudian menahan mereka di tempat dengan berbagai lapisan dan panjangnya sarissae mereka,” jelas Hughes.
Saat barisan itu menahan musuhnya, Alexander akan memimpin kavaleri Makedonia yang kuat, hetairoi, untuk menyerang bagian yang lemah dari barisan musuh.
Setelah mendaratkan pukulan kritis terhadap lawan mereka, Alexander dan hetairoinya kemudian akan berputar di belakang infanteri musuh. Sebagai bagian akhir, Hughes menambahkan, “mereka memberikan pukulan mematikan kepada lawan.”
Dengan demikian, “mereka bertindak sebagai palu yang memberikan pukulan fatal sementara barisan depan bertindak sebagai landasan, mengapit infanteri musuh dalam jebakan mematikan di antara dua inti pasukan Alexander.”
Dengan menggunakan taktik seperti palu dan landasan, barisan Makedonia Alexander terbukti lebih dari sekadar tandingan bagi pasukan lawan yang dihadapinya.
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR