Pemikiran ala Tiongkok dan filosofi politik terutama Konfusianisme, sudah selalu sarat dengan pertanyaan-pertanyaan praktis mengenai moralitas dan etika.
Inti dari Konfusianisme adalah keseimbangan moral seorang individu berhubungan langsung dengan keseimbangan kosmis; yang dilakukan seseorang, mempengaruhi yang lain. Contohnya, keputusan politik yang buruk bisa mengakibatkan bencana alam seperti banjir.
Warisan Konfusius
Setelah kematiannya di tahun 479 SM, Konfusius dikuburkan di makan keluarganya di Qufu (di Shandong). Setelah beberapa abad berikutnya, namanya semakin besar hingga ia menjadi subyek pemujaan di sekolah-sekolah pada Dinasti Han (206 SM – 220 Masehi) dan kuil-kuil didirikan dalam namanya di semua ibu kota administratif selama Dinasti Tang (618-907 Masehi) dalam sejarah Tiongkok kuno.
Selama periode imperial pengetahuan mendalam mengenai teks-teks fundamental Konfusianisme dibutuhkan untuk bisa lolos ujian pegawai negeri. Orang-orang terpelajar dan keluarga aristokrat sering mempunyai prasasti yang berisi ajaran-ajaran Konfusius dipajang di rumah mereka. Bahkan patungnya yang seringkali digambarkan duduk dan mengenakan kostum kerajaan sebagai simbol statusnya sebagai ‘raja tanpa mahkota’.
Gambar potretnya pun juga populer, terutama yang diambil dari versi aslinya yang hilang yang dikaitkan dengan Wu Daozi (atau Wu Taoutsi) dan dibuat pada abad ke-8 Masehi. Sayangnya, tidak ada potret kontemporer Konfusius yang selamat, namun ia paling sering digambarkan sebagai orang tua bijak dengan rambut abu-abu panjang dan kumis, kadang-kadang membawa gulungan.
Source | : | World History |
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR