Dia mengajarkan 'ren' (kebajikan atau kemanusiaan), mendorong individu untuk berjuang mencapai keunggulan moral dalam kehidupan mereka.
Kemudian, 'li' (ritus atau ritual), menekankan pentingnya kepatutan dan ritual dalam menjaga ketertiban sosial dan harmoni.
Konsep 'xiao' (kesalehan berbakti) atau rasa hormat dan kewajiban seseorang kepada orang tua dan leluhurnya, juga merupakan bagian penting dari ajaran Konfusius. Dalam pandangannya, rasa hormat ini melampaui keluarga, mempengaruhi hubungan antara penguasa dan rakyatnya, tua dan muda, serta sahabat.
Terakhir, 'junzi' (pria ideal) sebagai teladan moral, pribadi yang berakhlak mulia, baik hati, adil, dan dibimbing oleh rasa kewajiban dan rasa hormat.
Dia menghabiskan sebagian hidupnya bepergian ke berbagai negara bagian Tiongkok, mencoba membujuk para penguasa untuk mengadopsi prinsip-prinsip kepemimpinan etisnya. Ide-idenya disambut dengan sambutan yang beragam.
Pada akhirnya, Konfusius dalam catatan sejarah Tiongkok kuno kembali ke kampung halamannya, di mana ia mendirikan sekolah untuk mengajarkan ajaran-ajaran kuno kepada murid-muridnya.
Konfusius tidak menganggap dirinya seorang ‘pencipta’ tapi lebih ke seorang ‘pemancar’ tradisi-tradisi moral kuno. Sekolah milik Konfusius ini terbuka bagi semua kalangan, kaya dan miskin.
Konfusianisme menjadi Agama Resmi Tiongkok
Banyak karya yang ditulis oleh Konfusius dalam sejarah Tiongkok kuno. Dua koleksi puisinya adalah Kitab Nyanyian (Shijing atau Shi king) dan Kitab Hikayat (Shujing atau Shu king). Zaman Musim Semi dan Musim Gugur (Lin Jing atau Lin King), yang menceritakan sejarah Lu dan Kitab Perubahan (Yi Jing atau Yi King) adalah kumpulan risalah tentang ramalan.
Sayangnya untuk para penerusnya, tidak satupun dari karya-karya ini menguraikan filosofi Konfusius. Oleh sebab itu, Konfusianisme harus dibuat dari catatan-catatan lamanya; dan dokumentasi yang paling bisa diandalkan mengenai ide-ide Konfusius dianggap sebagai Analek (kumpulan kesusastraan).
Meskipun di dalamnya juga tidak terdapat bukti bahwa ujaran-ujaran dan cerita-cerita pendek benar-benar dikatakan oleh Konfusius. Seringkali kurangnya konteks dan kejelasan menyebabkan banyak ajarannya terbuka bagi banyak interpretasi individual. Tiga sumber utama Konfusianisme adalah Mengzi, Ajaran Agung dan Makna.
Bersama Analek ketiga buku ini merupakan Empat Kitab Konfusianisme yang juga dikenal sebagai Konfusianisme Klasik. Melalui teks-teks ini, Konfusianisme menjadi agama resmi negara bagian di Tiongkok mulai dari abad ke-2 SM.
Source | : | World History |
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR