Nationalgeographic.co.id—Kebudayaan Tiongkok kuno sangat menjunjung tinggi kebersihan. Bahkan, mandi menjadi ritual sosial dalam sejarah Tiongkok kuno.
Bangsawan Tiongkok kuno menjaga kebersihan bahkan sebelum Dinasti Shang antara 475-221 SM. Terbukti dengan para arkeolog Tiongkok yang menemukan tiga kamar mandi kerajaan dari Periode Negara-Negara Berperang.
Pemandian ini didekorasi dengan ubin keramik, dan area basahnya memiliki lubang drainase dan pipa saluran pembuangan.
Kamar mandi dan sistem pasokan air perkotaan muncul di Tiongkok sejak Dinasti Shang, berdasarkan bukti yang ditemukan di situs arkeologi Dongzhouyang di Provinsi Henan.
Referensi tertulis paling awal mengenai budaya mandi Tiongkok tercatat dalam Oracle Turtle Script 3.000 tahun yang lalu, juga pada masa Dinasti Shang (1700 hingga 1027 SM). Bak mandi biasanya terbuat dari perunggu atau kayu.
Pada masa Dinasti Zhou, mandi merupakan ritual sosial bukan hanya untuk kebersihan pribadi. Mungkin pentingnya mandi sebagai ritual sosial adalah alasan mengapa pemandian umum pertama kali muncul pada masa Dinasti Zhou.
Mandi Sebagai Ritual Sosial di Sejarah Tiongkok Kuno
Kebersihan pribadi sangat penting, bagi orang-orang Tiongkok, terutama mereka yang berkecimpung dalam politik. Misalnya, pada masa Dinasti Zhou, masyarakat Tiongkok harus merebus air untuk mandi orang tuanya setiap lima hari. Mereka juga harus membantu orang tuanya mencuci rambut setiap hari ketiga.
Selain itu, mandi tidak hanya mencakup urusan rumah tangga. Ketika mengunjungi keluarga lain, merupakan kebiasaan untuk mandi yang disediakan oleh tuan rumah sebelum menikmati perayaan lainnya.
Ritual sosial mandi semakin penting pada masa Dinasti Han (206-220 M). Hal ini terlihat dari tindakan pemerintah Tiongkok kuno yang menjadwalkan hari libur agar para pejabat bisa mandi.
Dalam teks sejarah yang dikenal dengan The Rites of the Han Court, pemerintah menyediakan liburan mandi setiap lima hari. Hari libur ini tetap ada di kemudian hari pada dinasti lain, seperti Dinasti Tang (618-907), yang hanya menyesuaikannya menjadi liburan mandi setiap sepuluh hari kerja.
Pada Dinasti Han dalam sejarah Tiongkok, versi kuno dari shower gel yang dikenal sebagai bath bean muncul. Benda ini merupakan jenis sabun lembut yang terbuat dari kacang tanah atau kacang polong dicampur dengan rempah-rempah.
Resep-resep ini menggunakan ramuan herbal seperti cengkeh, kayu gaharu, aneka bunga, dan bahkan bubuk batu giok.
Ketika sabun itu populer, warga berstatus kelas atas selama Dinasti Utara dan Selatan (420-589) menggunakannya untuk membersihkan dan melembabkan kulit mereka.
Sampai pada titik di mana perlengkapan mandi mahal seperti ini hanya diperuntukkan bagi kaum bangsawan. Kaisar bahkan menghadiahkan kacang mandi dan produk kebersihan mahal lainnya kepada pejabatnya.
Masyarakat awam akan menggunakan versi sederhana dari kacang mandi yang terbuat dari bubuk kacang polong tanpa menambahkan bumbu atau apapun sama sekali.
Pada masa ini, orang-orang kaya membangun pemandian pribadi. Seperti Dinasti Song, pemandian umum menjadi penting bagi kehidupan sosial dan rekreasi di era selanjutnya. Area ini menjadi spa, menawarkan layanan spa seperti potong kuku, pijat, cukur, dan pembersihan telinga.
Masyarakat modern menggemari shower gel, sabun, dan aksesoris mandi lainnya yang membuat pengalaman mandi semakin mewah.
Orang beranggapan bahwa peradaban kuno membiarkan gigi mereka membusuk begitu saja. Namun, orang Tiongkok memiliki bentuk pasta gigi yang lebih sederhana dan sama efektifnya dengan metode yang ada saat ini.
Selain itu, masyarakat Tiongkok menyadari bahwa garam adalah cara yang bagus untuk memutihkan dan melindungi gigi mereka.
Jadi, pada masa Dinasti Tang, Wei, Jin, dan Sui, merupakan hal yang lumrah melihat orang-orang mencelupkan jari mereka ke dalam garam, anggur, teh, dan cuka untuk menyeka gigi dan membersihkan mulut.
Seiring berkembangnya metode mereka, mereka mengganti garam dengan ramuan yang disebut bubuk gigi.
Pada akhirnya, orang-orang menggabungkan bubuk ini dengan gigi babi, saponin, jahe, Rehmannia glutinosa yang dimasak, daun teratai, garam hijau. Mereka menggunakan kombinasi ini untuk merawat gigi mereka dan bahkan menemukan cara menggunakannya untuk menghilangkan kelembapan dan panas dari gigi.
Saat mencari alat kebersihan yang lebih praktis, orang Tiongkok kuno menyadari bahwa jari-jari mereka tidak bisa berfungsi dengan baik sebagai sikat gigi. Jadi, mereka pertama kali menciptakan sikat gigi primitif dari ranting pohon willow.
Setelah membersihkan dahan kecil, mereka akan mengunyah ujungnya hingga ujung seratnya terlihat dan menjadi berbulu. Metode yang berbiaya rendah, namun segera orang-orang beralih ke cara yang lebih efektif.
Orang Tiongkok selanjutnya menggunakan bulu binatang, sedangkan masyarakat kelas atas menggunakan bulu kuda yang lebih lembut dan nyaman. Masyarakat miskin menggunakan bulu babi yang kasar dan lebih kaku.
Akhirnya dibuka toko-toko yang menjual sikat gigi yang terbuat dari kayu dan bambu. Pengrajin membuat deretan lubang di ujung bambu dan memasukkan bulu kuda ke dalamnya.
Metode Kebersihan Lainnya
Orang Tiongkok kuno menemukan cara baru untuk menjaga diri mereka sendiri. Mereka memanfaatkan abu tanaman hasil pembakaran jerami untuk mandi dan mencuci pakaian serta memanfaatkan air beras sebagai deterjen untuk membersihkan.
Mereka menemukan bahwa nasi mengandung pati dan protein yang bermanfaat bagi tubuh. Seperti masyarakat modern, merawat rambut di wajah merupakan hal yang penting bagi sebagian individu. Namun, mereka tidak memiliki kebiasaan mencukur bulu tubuh, tetapi mereka berlatih menghilangkan bulu halus di wajah.
Pria dan wanita menjalani perawatan ini sebelum hari pernikahan mereka agar terlihat rapi dalam upacara.
Bagaimana orang Tiongkok kuno menangani situasi kamar mandi? Sebelum adanya fasilitas modern, masyarakat biasa menggunakan ranting dan dedaunan sebagai tisu toilet, batu dan balok tanah.
Setelah Dinasti Han, orang menemukan irisan bambu yang dipotong tipis-tipis sebagai tisu toilet. Masyarakat kelas atas juga mencuci setelahnya dan mengoleskan aromaterapi untuk wangi yang lebih baik. Mereka menggunakan metode ini cukup lama hingga kertas tradisional tersedia karena harganya yang lebih mahal.
Kemudian, Dinasti Yuan memperkenalkan penggunaan kertas jerami. Pada masa Dinasti Qing dan Ming, kertas jerami menjadi perlengkapan mandi umum bagi masyarakat biasa, sedangkan kelas atas dan keluarga kerajaan menggunakan sutra.
Sungguh menakjubkan membayangkan betapa banyak perubahan dalam catatan sejarah Tiongkok kuno yang terjadi hingga mengalami kemajuan seperti saat ini.
Source | : | History Defined |
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR